Salam X-Kars
Hingga Awal Oktober 2016, Dana Desa di Banyuwangi Terserap 64 Persen
Radar Besuki
Pada tahun ini, sebanyak 189 desa di Kabupaten Banyuwangi menerima Dana Desa dari pemerintah pusat sebesar 134,467 miliar dan Alokasi Dana Desa (ADD) dari Pemkab Banyuwangi sebesar Rp 93,018 miliar. Sehingga total dana yang mengalir ke desa secara langsung mencapai Rp227,48 miliar. Tiap desa, rata-rata menerima dana antara Rp 950 juta hingga Rp 1,6 miliar. Khusus untuk dana desa, per awal Oktober sudah terserap 64 persen.
”Tentu saja alokasi dana ke desa itu belum semuanya karena banyak program di dinas yang juga dilaksanakan di desa, seperti membangun jalan yang skalanya harus diatasi pemerintah daerah, bantuan benih, alat pertanian, pemberdayaan masyarakat, puskesmas, posyandu, hingga atraksi-atraksi wisata di desa-desa. Semua harus bersinergi dan keroyokan dalam membangun desa,” ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas.
Anas berharap, kepala desa yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan kepala desa (Pilkades) bisa terus mendorong inovasi pelayanan publik bersama-sama dengan program yang dijalankan oleh pemerintah kabupaten. Demikian pula kerja-kerja pemberdayaan masyarakat sangat dibutuhkan peran pemerintah desa. ”Sinergi dan kerja bersama hingga ke desa-desa adalah kunci untuk kesuksesan pembangunan daerah,” kata Anas.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM-PD) Banyuwangi, Zen Kostolani, menambahkan, khusus untuk Dana Desa, semua telah ditransfer ke kas daerah dalam dua tahap, yaitu Mei dan September lalu.
”Dari jumlah tersebut, per awal Oktober ini, sebanyak 64 persen atau setara Rp 86,06 miliar telah diserap pemerintah desa. Angka ini cukup bagus, tapi akan kami dorong terus hingga bisa terserap penuh pada akhir tahun,” ungkap Zen.
Dia menjelaskan, dana desa ini untuk mendukung pembangunan desa yang kuat dan mandiri dengan prioritas untuk kegiatan pemberdayaan dan pembangunan desa. Di Banyuwangi, 70 persen dari dana tersebut dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur, seperti jalan desa, irigasi, dan jembatan sederhana.
”Selain juga, untuk membiayai sektor kesehatan dan pendidikan, di antaranya Posyandu dan PAUD. Juga ada desa yang mengalokasikannya untuk penyertaan modal pada Bumdes (Badan Usaha Milik Desa),” terang dia.
Penggunaan dana desa ini, lanjut dia, tidak boleh tumpang tindih dengan alokasi dana desa (ADD) yang bersumber dari APBD kabupaten. Untuk ADD, ketentuannya maksimal 60 persen untuk penghasilan tetap aparat desa. Sedangkan sisanya 40 persen untuk penyelenggaraan pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat.
”Pembangunan fisik memang banyak menggunakan anggaran pemerintah pusat, sedangkan ADD bisa digunakan untuk pemberdayaan, termasuk membangun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di tingkat desa. Intinya penggunaan kedua dana desa tersebut harus dimaksimalkan untuk kesejahteraan desa dengan pertanggungjawaban yang jelas,” tegas Zen.
Untuk memastikan dana dialokasikan dengan tepat, Pemkab Banyuwangi memiliki sistem e-village monitoring. Dalam sistem ini, setiap program dan progress pembangunan fisik difoto lalu diunggah. Koordinat lokasinya pun diunggah ke website agar bisa dipantau langsung melalui google map. “Cara ini efektif dan efisien. Selain bisa menghindari pengerjaan proyek fisik ganda, juga memudahkan pengawasan karena setiap progress pekerjaan dipantau dari sistem itu," ujar Zen.
Untuk mengatasi berbagai kendala pencairan dana desa, terang Zen, BPM-PD membuka klinik konsultasi di mana aparat desa bisa bertanya seputar dana desa mulai dari perencanaan, proses pencairan, tata kelola, hingga pelaporan. Klinik ini buka setiap hari mulai pukul 07.00 – 21.00 WIB.
“Hari libur pun kami melayani konsultasi mulai pukul 07.00 – 14.00 WIB. Layanan ini bisa dimanfaatkan pemerintah desa yang mengalami kesulitan menyelesaikan laporannya,” pungkasnya. (Rabi)