Salam X-Kars
Pendidikan radarbesuki.com
Sejumlah akademisi dan pakar berkumpul dalam Konferensi Internasional Bidang Bahasa, Sastra, dan Budaya (ICON LATERALS) 2016 di Universitas Brawijaya (UB). Forum internasional tersebut diselenggarakan menyusul adanya temuan bahwa bahasa daerah atau lokal saat ini mulai terancam punah.
Hadir sebagai pembicara utama, yakni Prof Dr Budi Darma, MA dari Universitas Negeri Surabaya dan Dr Thomas Barker dari The University of Nottingham, Malaysia. Selain itu turut bergabung pakar sosiologi bahasa dari Institute of Southeast Asian Studies Singapura, Dr Charlotte Setijadi dan pakar Linguistik Fakultas Ilmu Budaya UB, Ika Nurhayani, PhD.
Dari 719 bahasa lokal yang ada di Indonesia, sebanyak 707 bahasa masih hidup dan 12 bahasa sudah punah. Sedangkan dari bahasa lokal yang masih hidup tersebut, 266 bahasa di antaranya bermasalah dan 76 bahasa telah mati.
Ika Nurhayani mengatakan, banyak faktor yang menyebabkan punahnya bahasa lokal, seperti persepsi negatif masyarakat terhadap penggunaan bahasa lokal dan kelas sosial atausocial class. Dia menjelaskan, menurut penelitian Kurniasih, perempuan lebih mempunyai peran dalam pergeseran bahasa Jawa.
"Sebanyak 88% ibu kelas menengah lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan anaknya dibandingkan bahasa daerah. Sementara 57% remaja perempuan kelas menengah menggunakan bahasa Indonesia di rumah, sedangkan 9% merupakan remaja laki-laki," paparnya disitat dari laman UB, Rabu (2/11/2016).
Selain itu, tutur Ika, sebagian orang berpandangan negatif ketika menggunakan bahasa Jawa. Bahkan, menggunakan bahasa daerah dan lokal atau bilingualisme dianggap menjadi salah satu penghambat pencapaian prestasi akademik di sekolah.
"Oleh karena itu, sejak tahun 1990 sesuai dengan kebijakan bahasa atau language policy, bahasa daerah diajarkan hanya sampai kelas tiga sekolah dasar dengan frekuensi tiga jam seminggu," ucapnya.
Terkait anggapan tersebut, Ika menambahkan, penggunaan bahasa lokal justru mampu meningkatkan kemampuan kognitif otak dan menghindari terjadinya demensia atau kelainan pada otak.
"Padahal saat ini bahasa Mandarin justru semakin meluas penggunanya. Hal ini tidak terlepas dari faktor budaya dan populasi masyarakat China yang semakin menyebar di berbagai penjuru dunia, termasuk media dan sekolahnya," tandasnya.(Rabi)