Salam X-Kars
Bondowoso, radarbesuki.com
Terkait
proses peradilan terhadap salah seorang anggota DPRD Bondowoso dalam kaitan
kasus dugaan penganiayaan berat, masayarakat Bondowoso mendesak Kejaksaan
Negeri (Kejari) segera mengeksekusi tersangka dan langsung dijebloskan kedalam
penjara. Pasalnya, langkah hukum telah selesai, bahkan semua menguatkan putusan
PN Bondowoso, vonis 5 bulan.
Nawari –terlapor tindak
pidana pemukulan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh kejaksaan negeri, lalu
divonis bersalah oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bondowoso, hingga
kini belum dieksekusi. Hal ini memantik reaksi masayarakat Bondowoso dan
menuding kalau penegak hukum yang ada sudah ‘masuk
angin’.
Meski usai menerima
putusan 5 bulan hukuman pidana, Nawari masih menempuh langkah hukum berikutnya.
Dalam pengajuan banding dan kasasi, semua menguatkan putusan PN Bondowoso yang
telah memvonisnya 5 bulan. Bahkan, dalam putusan Mahkamah Agung (MA) telah
melakukan hal yang sama.
Namun, begitu semua
sudah sampai di Kejari, jaksa mengaku kalau dalam putusan PN kurang sempurna
lantaran tidak tercantum ‘Penjara’. Akibatnya, sang legislator dari partai
Nasdem ini masih tetap menjalankan aktifitasnya seperti biasanya, sehingga
memicu ketidak percayaan korban pemukulan dan masayarakat lainnya terhadap
proses hukum yang ada.
Menurut ketua PN
Bondowoso, Dede Suryaman, dalam putusan dimaksud sudah sangat jelas meski ada
pemahaman kurang sempurna. “Kita dalam memahami putusan dan menafsirkan pasal
jangan hanya sebagian, tapi secara keseluruhan. Dalam putusan itu sudah jelas,
serta ada putusan ingkrah MA,” ujarnya.
Lengkapnya kata
dia, dalam amar putusan ada pasal 187
dan pasal 10 yang sudah secara spontanitas memerintahkan jaksa untuk bertindak.
“Informal memang itu kurang sempurna, tapi ada dalam isi putusan yang sudah jelas
memberikan kewenangan pada jaksa untuk eksekusi. Tinggal bagaimana jakasa
mencermati semua itu,” tukasnya.
Lain hal apa yang
disampaikan Kejaksaan Negeri melalui Kasi Pidana Umum (Pidum), Arif Suryono,
SH, M.Hum. Menurutnya, dalam kasus ini pihaknya bukan tak bernyali dalam
bertindak dan mengeksekusi terdakwa yang sudah mendapat putusan ingkrah.
Namun lebih pada etika profesi yang
harus tanpa cacat dan kekurangan.
“Kami hanya tidak ingin
dalam melaksanakan tugas ada sesuatu yang gamang
(ragu –ragu) hanya karena putusan PN kurang sempurna. Untuk itu, sebagai
eksekutor saya sudah mengajukan permohonan fatwa guna memberikan kepastian
hukum dimaksud. Begitu fatwa turun dan kami terima, maka akan langsung eksekusi,”
tegasnya.
Lain lagi menurut
Kepala Lapas Klas II B Bondowoso, M. Hanafi, SH, M.Hum. Putra asli pulau Madura
ini mengatakan bahwa jaksa jangan sampai ragu –ragu dalam mengambil sikap. Jika
aturan dan petunjuk sudah jelas, ya sikat saja dan langsung di eskeskusi. “Jika
fatwa gak turun –turun, masak mau dibiarkan, ya gak begitu lah,” tandasnya.
Sekadar diketahui,
Nawari belum pernah menjalani tahanan kamar (dikerangkeng), begitu berkas
perkaranya dinyatakan P21 dan kasus berdarah ini dilimpahkan ke Kejaksaan,
Nawari hanya menjalani tahanan kota. Setelah itu, putusan Majelis hakim di PN
Bondowoso memvonis Nawari bersalah dan melanggar hukum, serta divonis hukuman
pidana.
Nawari beserta anaknya dilaporkan oleh Abdullah (30), Abdul
Hamid (40), dan Hamid (31), ketiga korbannya ini adalah warga Desa Sukokerto,
Kecamatan Tlogosari, yang merupakan korban main pukul hingga berdarah –darah
menjelang pesta demokrasi pilkades. Selain laporan Polisi, ketiga korban juga
telah divisum oleh Polisi.
Akibat kejadian malam itu, ketiga korban mengalami cidera serius dan harus
dilarikan kerumah sakit terdekat. Diantaranya ada yang berdarah –darah (mandi
darah) setelah dianiaya dan dipentungi dengan menggunakan benda tumpul.
Ironisnya, disaat proses hukum berjalan, anak oknum DPRD ini tiba –tiba
menghilang, sehingga Polisi menetapkan sebagai DPO. (rabi)