Salam X-Kars
Opini - Rabi
Dua kali pertemuan antara Jokowi dan Prabowo terjadi di tengah
mencuatnya kasus dugaan penistaan agama yang menjerat Gubernur non
aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok, yaitu di kediaman
Prabowo di Hambalang dan di Istana Negara yang ditutup dengan
menggelar Konferensi Pers ( KONPERS ).
Yang menarik dalam dua kali KONPERS itu adalah tentang menu makan
bersama mereka. Di Hambalang keduanya mengatakan "nasi goreng" sebagai
menu santap siang, dan dengan kompak mereka memberi tahukan bahwa
"ikan bakar" menjadi sajian makan bersama di Istana kepada para awak
media yang meliput.
Menjadi janggal ketika "nasi goreng" dan "ikan bakar" terlontar
berulang kali dari seorang kepala negara dan pimpinan partai politik
di tengah memanasnya suhu politik di negeri ini. apalagi itu diucapkan
dalam acara formal seorang presiden yang diliput dan disiarkan
langsung oleh beberapa media dalam dan luar negeri.
"Kurang kerjaan banget Jokowi dan Prabowo ngomongin nasi goreng dan
ikan bakar, padahal negara lagi rame gini. Apa jangan - jangan mereka
udah pada gak tau gimana caranya selesaikan masalah ini ya?" tanya
seorang pemuda kepada temannya di warung kopi seberang kali.
Ungkapan semacam itu mudah kita temui ditengah kebebasan berpendapat
di negara yang mulai berdemokrasi ini.
Tak menutup kemungkinan hal serupa juga terjadi pada masyarakat dunia
menyikapi fenomena nasi goreng dan ikan bakar yang terlontar dari
kedua tokoh negara kita. Mengingat tujuan dari pertemuan keduanya
adalah dalam rangka mengatasi dampak negatif yang bisa saja terjdi
akibat kasus yang berbau sara ini juga sudah menjadi sorotan dunia
internasional.
Meski ada juga dari beberapa kelompok masyarakat menganggap isi dari
komunikasi kedua tokoh itu sebagai pesan kepada segenap anak bangsa
untuk senantiasa bersama - sama mejaga asset negara dan bertekad
menjadikan musuh bersama siapapun yg akan memecah belah NKRI. Anggapan
itu tentu sulit dipungkiri oleh siapapun. Termasuk oleh mereka yang
selama ini menjadi lawan politik Jokowi. Karena apa yang dikemukakan
ke publik adalah percakapan antara dua tokoh yg pernah bertarung dalam
PILPRES 2014 lalu.
Akan sangat menarik ketika fenomena di atas dikaitkan dengan kultur
budaya Jawa di mana Jokowi lahir dan dibesarkan. Sang Presiden tentu
banyak menyerap ajaran jawa tentang metode dalam berkomunikasi.
Apa yang menarik dan dimana benang merahnya?. "Nasi Goreng" dan "Ikan
Bakar" menjadi simbol atau fokus pesan yang ingin mereka sampaikan
kepada seseorang atau kelompok tertentu yang menurut mereka sedang
"menggoreng" dan "membakar" konflik yang terjadi di negeri ini tanpa
diketahui pihak lain terutama pemimpin dan publik di negara - negara
lain. Bisa juga di simpulkan bahwa aksi goreng - goreng dan bakar -
bakar itu sudah diketahui (dimakan) dan telah menyiapkan solusi
penyelesaiannya.
Siapakah orang yang dimaksud sebagai penggoreng dan pembakar kasus
penistaan agama yang sedang bergulir bak bola di lapangan dan telah
menetapkan Ahok sebagai tersangka? Tentu yang paling tau persis adalah
Jokowi dan Prabowo. Karena merekalah yang menyampaikan itu ke publik
melalui media.
Kita hanya bisa menduga - duga sambil mengamati perkembangan yang
terjadi dari tayangan media yang ada dengan tetap mengandalkan akal
dan hati nurani untuk menyeleksi setiap informasi agar tak mudah
terprovokasi atau digoreng dan dibakar oleh oknum yang juga telah
terprovokasi dan tak mengerti apa sebenarnya yang terjadi. (rabi/Bim@WarkopJihAliBesuki-201116 )