Indonesia, Rabi
Kapolri Jenderal Tito Karnavian
mengungkapkan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
terkait fatwa larangan penggunaan atribut Natal bagi umat muslim.
Menurutnya, fatwa tersebut bisa disalahtafsirkan dan digunakan sebagai rujukan bagi ormas tertentu melakukan tindakan represif.
Menurutnya, fatwa tersebut bisa disalahtafsirkan dan digunakan sebagai rujukan bagi ormas tertentu melakukan tindakan represif.
Kapolri, Jenderal Tito Karnavian.
"Saya nanti akan koordinasi dengan MUI supaya dalam mengeluarkan fatwa
dipertimbangkan juga toleransi Kebhinekaan Indonesia," kata Tito di
Universitas Negeri Jakarta, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (19/12/16).
Mengenai implementasi Fatwa MUI terkait larangan umat muslim mengenaan atribut Natal, Tito menilai, bisa dilaksanakan dengan persuasif. Salah satunya, ialah membuat acara sosialisasi dan mengundang para pengusaha. Namun, ketika ormas mengerahkan massa dan melaksanakan sweeping, itu sudah memberi kesan menakut-nakuti masyarakat.
Dikatakan, hal tersebut mengganggu ketertiban dan melanggar hukum. "Saya perintahkan ke jajaran, agar melaksanakan tindakan sesuai aturan hukum. Kalau ada pelanggaran hukum, pengancaman, memgambil barang, atribut, tangkap. Itu namanya kekerasan, penganiayaan, seperti yang di Solo. Itu ada yang dipukul. Tangkap saja. Kita tidak boleh kalah, masyarakat harus dilindungi," jelas dia.
Tito menjelaskan bahwa Fatwa MUI bukanlah hukum positif yang harus dieksekusi aturannya.
Fatwa MUI, terang Tito, hanya bersifat internal dan imbauan kepada umatnya."Dari ormas juga saya imbau supaya Fatwa MUI bukan hukum positif di NKRI. Untuk itu silakan kalau mau sosialisasi dengan cara baik-baik. Tidak membuat masyarakat takut. Gunakan MUI di cabang, tapi tidak gunakan langkah sendiri-sendiri," tegas Tito.
Mengenai implementasi Fatwa MUI terkait larangan umat muslim mengenaan atribut Natal, Tito menilai, bisa dilaksanakan dengan persuasif. Salah satunya, ialah membuat acara sosialisasi dan mengundang para pengusaha. Namun, ketika ormas mengerahkan massa dan melaksanakan sweeping, itu sudah memberi kesan menakut-nakuti masyarakat.
Dikatakan, hal tersebut mengganggu ketertiban dan melanggar hukum. "Saya perintahkan ke jajaran, agar melaksanakan tindakan sesuai aturan hukum. Kalau ada pelanggaran hukum, pengancaman, memgambil barang, atribut, tangkap. Itu namanya kekerasan, penganiayaan, seperti yang di Solo. Itu ada yang dipukul. Tangkap saja. Kita tidak boleh kalah, masyarakat harus dilindungi," jelas dia.
Tito menjelaskan bahwa Fatwa MUI bukanlah hukum positif yang harus dieksekusi aturannya.
Fatwa MUI, terang Tito, hanya bersifat internal dan imbauan kepada umatnya."Dari ormas juga saya imbau supaya Fatwa MUI bukan hukum positif di NKRI. Untuk itu silakan kalau mau sosialisasi dengan cara baik-baik. Tidak membuat masyarakat takut. Gunakan MUI di cabang, tapi tidak gunakan langkah sendiri-sendiri," tegas Tito.
Menindak
lanjuti ini, Polres Jajaran. Razia atribut Natal oleh ormas dengan
mengatasnamakan fatwa Majelis Ulama Indonesia akan ditindak tegas. Penegakan
hukum hanya boleh ditegakkan oleh pemerintah.
Demikian ditegaskan Kapolresta Cirebon AKBP Adi Vivid Agustiadi Bachtiar di kantornya. “Kalau ada yang melakukan sweeping atribut Natal, akan kita sweeping balik,” kata Adi di Mapolresta Cirebon, Selasa (20/12/2016).
Demikian ditegaskan Kapolresta Cirebon AKBP Adi Vivid Agustiadi Bachtiar di kantornya. “Kalau ada yang melakukan sweeping atribut Natal, akan kita sweeping balik,” kata Adi di Mapolresta Cirebon, Selasa (20/12/2016).
Kapolresta Cirebon AKBP Adi Vivid Agustiadi Bachtiar
Menurutnya,
Fatwa MUI bukanlah hukum positif. Tidak serta merta ormas bisa melakukan razia.
Ia menegaskan, penegakan hukum hanya boleh dilakukan oleh pemerintah. “Kalau
ada yang perlu dilakukan, sampaikan ke pihak kepolisian,” kata Adi.
Selain itu, Adi mengatakan, tidak akan ragu menindak tegas dan memproses secara hukum ormas pelaku razia atribut Natal dengan melakukan perampasan. “Kalau ada tindakan perampasan, akan kita proses lebih lanjut,” kata Adi. Pihaknya berencana mengkoordinasikan hal ini pada sejumlah ormas.
MUI menerbitkan fatwa Nomor 56 Tahun 2016 tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan Nonmuslim. Fatwa dikeluarkan 14 Desember 2016. Fatwa itu menegaskan, atribut keagamaan adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari agama tertentu. “Menggunakan atribut keagamaan non-muslim adalah haram,” bunyi fatwa MUI.
MUI juga mengeluarkan rekomendasi, di antaranya agar umat Islam tetap menjaga kerukunan hidup dan memelihara harmoni kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa menodai ajaran agama, serta tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain. (team Rabi)
Selain itu, Adi mengatakan, tidak akan ragu menindak tegas dan memproses secara hukum ormas pelaku razia atribut Natal dengan melakukan perampasan. “Kalau ada tindakan perampasan, akan kita proses lebih lanjut,” kata Adi. Pihaknya berencana mengkoordinasikan hal ini pada sejumlah ormas.
MUI menerbitkan fatwa Nomor 56 Tahun 2016 tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan Nonmuslim. Fatwa dikeluarkan 14 Desember 2016. Fatwa itu menegaskan, atribut keagamaan adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari agama tertentu. “Menggunakan atribut keagamaan non-muslim adalah haram,” bunyi fatwa MUI.
MUI juga mengeluarkan rekomendasi, di antaranya agar umat Islam tetap menjaga kerukunan hidup dan memelihara harmoni kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa menodai ajaran agama, serta tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah Islam dengan keyakinan agama lain. (team Rabi)