Banyuwangi, Rabi
"Subhanallah, keren.. semoga
tetap istiqomah." "Bangga punya kamu sebagai remaja Indonesia!"
"Keren banget kamu Nak." Itulah komentar-komentar netter, Jumat
(9/12/2016).
Tulisan seorang pemilik akun Facebook dengan nama Afi Nihaya Faradisa jadi
viral.
Remaja putri yang menulis kalau
ia siswi SMA Negeri 1 GambiranBanyuwangi ini
mendadak tenar.
Tulisannya bahkan dibagikan di
laman Facebook capai angka fantastis padahal baru 19
jam lalu dibagikan.
Yakni hingga berita ini
diturunkan ada 1.366 kali dibagikan, 381 Komentar dan 2,9 ribu likes serta
emoticon yang menunjukkan keterkejutan.
Coba simak pemikirannya.
Tuluisan Afi sangat inspiratif
dan membuat banyak orang terpana.
Afi menunjukkan eksperimen yang
ia lakukan yakni benar-benar lepas dari gadget.
Lalu ia melakukan refleksi diri
serta evaluasi saat ia keranjingan gunakan gadget.
Satu di antaranya perdebatan yang
berawal dari pebedaan.
Ia menulis kalau selama ini
selalu banyak pro dan kontra, ketika pro bermusuhan dengan yang kontra, yang
kontra bermusuhan dengan yang pro bahkan ada yang netral pun dimusuhi.
Tulisannya cerdas, lugas dan
menawan, mengajak untuk mengevaluasi terkait fenomena gadget dan media sosial
yang jadikan ajang bukan untuk silaturahmi tapi justru permusuhan atas nama
perbedaan.
Berikut tulisannya yang dikutip
dari postingannya di Facebook.
Aku pernah mematikan total
hapeku selama 10 hari. S
elama itu, aku tidak
berhubungan dengan dunia luar sama sekali.
Hanya dari situ kau bisa
mengamati apa yang gadget dan koneksi internet telah renggut selama ini.
Katakanlah aku terjebak dalam
sudut pandang yang menggelikan.
Katakanlah aku salah
menyikapi kemajuan, tapi hal-hal ini yang telah kupelajari dalam 10 hari.
Sudahkah kau mencoba sendiri sebelum menjustifikasi?
Melalui layar 4 inchi ini, aku memang melihat dunia tanpa batas yurisdiksi.
Melalui layar 4 inchi ini, aku memang melihat dunia tanpa batas yurisdiksi.
Namun, kata orang bijak,
"You are what you eat".
Belakangan aku tahu bahwa hal
itu tidak hanya berlaku untuk makanan perut, tapi juga "makanan
pikiran".
Apa yang telah kita masukkan
dalam pikiran, jiwa, dan hati kita selama ini menentukan seperti apa diri kita.
Lalu pernahkah bertanya, yang
aku telan selama ini lebih banyak racun atau gizinya? Pantas kalau diri kita
masih gini-gini saja.
Ternyata ini sebabnya.
Perhatikan, kondisi "sumber makanan pikiran" kita semakin tercemari.
Perhatikan, kondisi "sumber makanan pikiran" kita semakin tercemari.
Aku lelah menjelaskan pada
satu persatu orang tentang negatifnya menyebarkan hoax dan kebohongan.
Kita juga tidak pernah
kehabisan alasan untuk saling membenci. Apa-apa dijadikan 'amunisi'.
Sama-sama manusia, kalau beda
negara rusuh. Sama-sama Indonesia, kalau beda agama rusuh.
Sama agamanya, beda pandangan
juga rusuh. Terus gimana nih maunya?
Padahal, kalau bukan Tuhan,
lalu siapa lagi yang menciptakan SEMUA perbedaan ini?
Kalau Dia mau, Dia bisa saja
menjadikan semua manusia 'serupa' dalam segala hal.
Lalu, kenapa kita lancang
menentang Tuhan dengan meludahi perbedaan?
Aku sendiri tidak pernah
mengunfriend yang beda pandangan, aku dan kamu bisa bersahabat walaupun kita
tidak sepakat.
Pernah lihat orang yang penuh
permusuhan hidupnya tenang?
Bagaimana kita berharap ada
bunga yang tumbuh di atas kawah berapi?
Yang dirahmati Tuhan adalah
hubungan, bukan permusuhan.
Unity in diversity.
Yang aku heran, apa-apa dijadikan perdebatan.
Yang aku heran, apa-apa dijadikan perdebatan.
Seperti ritual medsos
tahunan, mulai dari ucapan natal, perayaan valentine, bahkan juga jumlah
peserta unjuk rasa!
Diri ini merasa lebih baik
karena pihak lain terlihat lebih buruk.
Kita merasa senang atas
ketidakbaikan orang.
Tuhan mana yang mendukung
karakter seperti itu?
Padahal, this too shall pass.
Semua hal pasti akan berlalu
sendiri silih berganti.
10 tahun lagi, apakah yang
kita pertengkarkan ini lebih berharga daripada hubungan baik kita?
Padahal, kata "musuh" hanyalah ilusi, sebuah sekat yang kita buat sendiri.
Padahal, kata "musuh" hanyalah ilusi, sebuah sekat yang kita buat sendiri.
Tuhan tidak mengatakan bahwa
Ia hanya dekat dengan pembuluh nadi orang beragama X dan bersuku Y, Tuhan dekat
dengan pembuluh nadi semua orang.
Sudah lupa, ya?
Yang aneh adalah, jika tidak pro pokoknya salah! Kontra salah, netral pun juga disalahkan.
Yang aneh adalah, jika tidak pro pokoknya salah! Kontra salah, netral pun juga disalahkan.
Tidak ada hal lain yang
ditunjukkan kecuali sifat kekanak-kanakan.
Boikot terhadap produk
perusahaan raksasa tidak akan berpengaruh sedikitpun pada owner-owner atas yang
sudah kaya raya, yang kalian bahayakan adalah penjual-penjual kecil yang masih
bingung cari makan tiap harinya, yang mereka bahkan tidak tahu apa-apa tentang
kebijakan perusahaan.
Ada sebuah peribahasa Cina yang layak untuk kita renungkan. "Menyimpan dendam seperti meminum racun tapi berharap orang lain yang mati."
Ada sebuah peribahasa Cina yang layak untuk kita renungkan. "Menyimpan dendam seperti meminum racun tapi berharap orang lain yang mati."
Buddha pun berkata,
"Anda tidak dihukum KARENA kemarahan Anda, Anda dihukum OLEH kemarahan
Anda."
Jika tetap tidak bisa mengendalikan kemarahan? DIAM!
Jika tetap tidak bisa mengendalikan kemarahan? DIAM!
Setidaknya kemarahan kita
tidak akan menjadi sebab kemarahan orang lain.
“Barangsiapa yang diam, dia
selamat.” (HR. Tirmidzi no. 2501)
Dan aku tahu,
Dan aku tahu,
Memang ada saatnya
memproteksi diri. Ada saatnya mempertahankan kenyamanan pribadi.
Tapi bagiku, ada juga saatnya
untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Karena itu, aku tidak akan pergi dari
sini. (team/nik/rabi)