Sabtu, 30 Juli 2016

Integritas Terjaga Dalam Kekerabatan dan Agama

X-Kars

Integritas Terjaga Dalam Kekerabatan dan Agama
Sebagaimana dikatakan oleh Geertz (1981), yang dimaksud dengan unsur-unsur primordial adalah: "Unsur-unsur sosial budaya yang lahir dari yang ‘dianggap ada’ dalam kehidupan sosial. Sebagian besar dari hubungan langsung dan hubungan keluarga, tetapi juga meliputi keanggotaan dalam lingkungan keagamaan tertentu, bahasa tertentu atau dialek tertentu serta kebiasaan-kebiasaan sosial tertentu. Persamaan-persamaan hubungan darah, ucapan atau bahasa, kebiasaan, dan sebagainya memiliki kekuatan yang meyakinkan". *radar besuki*
Menurut Glaser dan Moynihan (1981), yang termasuk unsur-unsur penting primordial adalah genealogi (keturunan dan ikatan kekerabatan), sistem kepercayaan (termasuk religi dan agama), dan bahasa.
Dalam realitas kehidupan sehari-hari, unsur-unsur primordial menjadi pengikat utama dalam membentuk suatu identitas kelompok etnik. Identitas ini menjadi penanda ciri atau karakter tersendiri yang terwujud dalam sikap dan perilaku budaya mereka. Dengan kata lain, unsur-unsur primordial yang dimiliki oleh suatu kelompok etnik akan menjadi unsur pembeda identitas diri dari suatu kelompok etnik yang lain. Dalam sistem interaksi sosial, perilaku budaya merupakan perilaku simbolik yang pemaknaannya harus dilakukan secara kontekstual. *radar besuki*
Artinya, setiap orang dari suatu kelompok masyarakat harus mampu mengidentifikasi dan memahami makna simbolik dari perilaku budaya tersebut. Pemahaman yang sama terhadap suatu perilaku simbolik di antara obyek dan subyek sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya kesalahpahaman dalam interaksi sosial. Dengan persepsi ini, pemahaman yang sama tersebut dapat meminimalisasi timbulnya konflik yang bernuansa etnik. Setiap orang atau kelompok masyarakat dan kebudayaan harus menghindari perilaku etnosentrisme yang dapat menimbulkan ketegangan sosial.
Elemen penting primordial yang selalu muncul (dan sengaja dimunculkan) dalam interaksi sosial adalah ikatan kekerabatan. Dalam masyarakat Madura, ikatan kekerabatan terbentuk melalui garis keturunan, baik dari keluarga berdasarkan garis ayah maupun garis ibu (paternal and maternal relatives). Pada umumnya, ikatan kekerabatan antarsesama anggota keluarga lebih erat dari garis keturunan ayah sehingga cenderung "mendominasi". Ikatan kekerabatan orang Madura mencakup sampai empat generasi ke atas (ascending generations) dan ke bawah (descending generations) dari ego.
Dalam sistem kekerabatan masyarakat Madura dikenal tiga kategori sanak keluarga atau kerabat (kinsmen), yaitu taretan dalem (kerabat inti atau core kin), taretan semma’ (kerabat dekat atau close kin), dan taretan jau (kerabat jauh atau peripheral kin). Di luar ketiga kategori ini disebut sebagai oreng lowar (orang luar) atau "bukan saudara" (lihat Wiyata: 2002). Dalam kenyataannya, meskipun seseorang sudah dianggap sebagai oreng lowar tetapi bisa jadi hubungan persaudaraannya lebih akrab daripada kerabat inti, misalnya karena adanya ikatan perkawinan atau kin group endogamy.
Hubungan sosial yang sangat akrab dapat pula dibangun oleh orang Madura dengan orang-orang di luar lingkungan kerabat tanpa memperhatikan asal-usul kelompok etnik. Biasanya hubungan sosial itu selain didasarkan pada adanya kesamaan dalam dimensi primordial, tidak jarang terjadi juga karena faktor kesamaan kepentingan di bidang ekonomi dan politik. Bila kualitas hubungan sampai mencapai tingkatan yang sangat akrab, mereka akan dianggap dan diperlakukan sebagai keluarga atau kerabat (taretan). Sebaliknya, ada kalanya anggota keluarga (taretan termasuk taretan ereng) justru dianggap dan diperlakukan sebagai oreng (bukan keluarga atau kerabat) jika kualitas hubungan kekerabatannya sangat rendah, misalnya karena adanya perselisihan tentang harta warisan. Dalam ungkapan Madura, hal yang demikian disebut oreng daddi taretan, taretan daddi oreng. Artinya, orang lain yang bukan keluarga dapat dianggap sebagai saudara, sebaliknya saudara sendiri dapat dianggap sebagai bukan keluarga. Dalam konteks ini, unsur kekerabatan orang Madura mengandung makna inklusivitas sehingga memberi ruang bagi terwujudnya integrasi sosial dengan kelompok etnik lain.
Selain ikatan kekerabatan, agama menjadi unsur penting sebagai penanda identitas etnik suatu kelompok masyarakat. Bagi orang Madura faktor ini seakan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari jati diri mereka. Artinya, jika orang Madura telah menjadi pemeluk agama selain Islam, dirinya akan merasa identitas ke-Madura-annya telah berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Bahkan, lingkungan sosialnya akan menganggap hal yang sama. Pada gilirannya, dia akan selalu merasa terasing dalam lingkungan pergaulan sosial budaya Madura.
Hanya culture Ke Madura annya yang mampu menyatukan tekad, karena identitas budaya akan mengantar niat dalam menggapai asa. Soliditas yang tinggi dapat memfilterisasi budaya global, sehingga ke arifan lokal akan semakin jelas dalam menunjukkan jati diri. Besuki adalah milik kita semua yang konsisten memelihara harga diri dalam budaya yang haqiqi. (Gus A'ang)