Budaya-budaya lokal Negara-negara non-kapitalisme sekarang ini
sebagai budaya yang sedang berada dalam keadaan transisional. Mereka
sekarang sedang bergerak dari budaya lokal dan tradisional yang penuh
dengan nuansa spiritualistik menuju suatu persaingan dalam dominasi
budaya kapitalisme global industri moderen yang materialistik. Ditengah
budaya-budaya lokal , warna kehidupan budaya tradisionalnya sudah terasa
dalam denyut jantung kehidupan budaya kapitalisme global, walaupun
corak kehidupan budaya lokal Negara-negara non-kapitalis tidak lenyap
sama sekali. Dalam terminologi keadaan budaya lokal Negara non-kapitalis
ini, dikategorikan sebagai budaya yang sedang bergerak dari bentuk
kebudayaan yang penuh solidaritas lokal dan rasa memiliki yang hakiki
akan terpaksa dileburkan kedalam budaya global. Dalam kondisi seperti
ini, kemungkinan akan muncul fenomena kegalauan budaya pada tingkat
sosial lokal dan tingkat sosial global. *radar besuki*
Fenomena
kegalauan seperti ini akan tidak berada disini dan tidak pula berada
disana, tidak dalam budaya tradisional yang sudah mulai ditinggalkannya
dan tidak pula dalam budaya global yang sedang merasukinya. Ada beberapa
hal yang akan mempengaruhi ketidak eksistensian budaya lokal
Negara-negara non-kapitalisme yaitu:
1. Penduduk Lokal cepat terpengaruh dan berkecenderungan untuk menkonsumsi budaya Global sebagai sebuah style yang baru.
2. Ketidak mampuan budaya-budaya lokal non-kapitalis untuk bersaing dalam budaya global kapitalisme.
3. Adanya penekanan budaya global kapitalisme yang cenderung
mendominasi budaya non-kapitalisme sehingga dengan terpaksa budaya
non-kapitalisme dihilangkan.
4. Penerapan aturan-aturan global yang tidak seimbang.
Budaya local yang terlihat paling cepat dalam perubahan dan ketidak
eksistensinya adalah Negara-negara yang suka menkonsumtif. Oleh karena
budaya lokal yang sudah banyak mengadopsi budaya konsumtif sehingga
untuk tetap bertahan dan berpegang teguh pada budaya lokal tidak mungkin
lagi, karena dianggap tidak cocok dan ketinggalan zaman, tetapi untuk
menginggalkannya secara keseluruhan juga tidak mungkin, karena model
kebudayaan global pun belum begitu jelas dalam sistem gagasan budaya
lokal secara jelas. X-Kars
Dalam keadaan seperti itu, membuat
budaya-budaya Negara non-kapitalis cenderung untuk menmungut
simbol-simbol global budaya kapitalisme baru yang diambil secara
sepotong-sepotong dan sementara itu juga dipilihnya sebagai simbol style
baru yang ada untuk tetap dipertahankan, walaupun tidak sadar bahwa
budaya lokalnya telah terintegrasi. Kelihatannya bahwa Negara
non-kapitalis yang kurang berkonsentrasi dan kurang percaya diri dalam
mempertahankan keeksistensian budaya local mereka akan tersedot kedalam
budaya kapitalis secara gampang, karena kecenderungan dalam mengadopsi
sesuatu yang asing sudah membudaya. Mereka akan mengadopsi kedua sistem
budaya itu secara bersama, walaupun yang diambil umumnya hanya
unsur-unsur budaya yang dipandang hanya bermanfaat guna kepentingan
tertentu saja. Unsur-unsur budaya yang diambil dan dipertahankan itu
cenderung lebih banyak memuat nuansa kebendaan (materi) dibandingkan
dengan makna yang tersembunyi dibalik unsur-unsur budaya itu, akibatnya,
beberapa unsur budaya asing yang oleh negara kapitalis sudah dipandang
sebagai sesuatu yang sudah harus ditinggalkan, ternyata di Negara
non-kapitalis kemungkinan malahan menjadi bagian dari kehidupan baru
yang dijalani masyarakat. *radar besuki*
Salah satu ciri dari
perilaku konsumtif adalah kecenderungan untuk meninggalkan sesuatu yang
menjadi miliknya dan tergiur dengan hal-hal global yang asing. Budaya
mengkonsumsi sesuatu ini bukan karena mereka memang betul-betul
membutuhkannya, tetapi lebih banyak karena mereka merasa membutuhkannya.
Barang yang dikonsumsi itu bukan lagi dimiliki dari fungsi
substansialnya, tetapi lebih ditekankan hanya pada makna simbolis yang
melekat pada benda itu. Disini fungsi benda itu telah berubah menjadi
sesuatu yang mempunyai makna simbolis yang mungkin berkaitan dengan
status sosial, perasaan lebih berharga, atau sekedar terperangkap pada
budaya primer . karena itu, sering terlihat dalam budaya local
non-kapitalis yang mana menganggap bahwa semakin langka dan terbatas
produksi suatu benda, semakin tinggi pula makna simbolis yang melekat
padanya. Jadi budaya local Negara non-kapitalis akan terlihat kian
berpindah dari memberi barang untuk menjadikan simbol. Diluar sadar,
budaya local Negara-negara non-kapitalis akan menjadi semakin terjajah
oleh produk budaya global dan Negara-negara kapitalisme sebagai Negara
dunia ketiga yang bermodal dan maju itu, dan semakin teriring pada
perilaku konsumtif dan tampaknya perubahan sosial budaya local
Negara-negara non-kapitalis cenderung kearah global. Nilai-nilai ini
akan tetapi eksis dan mampu bersaing dikancah globalisasi bilamana
masyarakatnya tidak cenderung terpengaruhi, tidak mengadopsi sifat-sifat
konsumtif, mampu melakukan persaingan pada globalisasi pasar bebas
dengan berdiri pada budaya local, tidak tergiur oleh produk-produk
global sebagai pengaruh moderen Negara kapitalisme dalam mendominasi
dunia pasar bebas. X-Kars
Eksitensi cultural inilah yang diperlukan
bahwa budaya adalah segalanya. Budaya adalah titik temu timur dan barat,
titik singgung Budaya dan Agama. Jati diri yang haqiqi akan mampu
menafsirkan kata Siapa....dan Apa.....Kita ini ( Gus A'ang )