Salam X-Kars
Jenazah Peserta BPJS Kesehatan Tertahan di RS Pertamina Pangkalan Brandan
Radar Besuki
Jenazah Nasib Barus, 47, warga Batang Securai Selatan,
Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, sempat tertahan di Rumah
Sakit Pertamina setempat. Pihak rumah sakit tak mengizinkan keluarga membawa
pulang jasad Nasib Barus lantaran peserta BPJS Kesehatan itu tersandera masalah
administrasi.
Pihak RS Pertamina Pangkalan Brandan meminta pada keluarga pasien untuk melunasi biaya berobat sebesar Rp12 juta. Namun, pihak keluarga mengklaim bahwa Nasib Barus merupakan pemegang BPJS Kesehatan kelas I. Rahmad Efendi, keluarga korban, mengaku sangat kecewa dengan kejadian itu. Ia mengatakan, pihak RS Pertamina dan BPJS saling lempar bola mengenai administrasi pasien itu.
"Sekitar 1 jam jenazah abang saya ditahan rumah sakit. Kata manajer rumah sakit, pihak rumah sakit belum ada koordinasi dengan BPJS Pangkalan Brandan. Keluarga harus bayar uang perawatan selama 3 hari sekitar Rp12 juta lebih dulu baru jenazah boleh dibawa pulang ke rumah duka," kata Efendi, Minggu (11/9/2016).
Suasana sempat tegang saat keluarga berupaya membawa jenazah Nasib Barus. Upaya itu sempat dihalangi oknum TNI yang bertugas di RS Pertamina Pangkalan Brandan.
Meski sempat bersitegang, jenazah akhirnya dapat dibawa pulang dengan catatan keluarga pasien membuat surat pernyataan.
"Pihak keluarga terpaksa harus menandatangani surat pernyataan yang isinya: jika BPJS tidak mau membayar pada saat yang ditentukan, maka keluarga wajib membayar sesuai dengan ketentuan Rumah Sakit Pertamina," ujar dia.
Sedianya, Nasib Barus dirawat di RSUD Pirngadi, Medan. Namun, lantaran belum 8 hari dirawat di sana, Nasib Barus dinyatakan sebagai pasien umum meski tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan. Pihak keluarga terpaksa merogoh kocek untuk membayar biaya berobat.
"Perawat di rumah sakit menyatakan: sesuai peraturan karena belum mencapai 8 hari masa aktif BPJS, maka pasien dinyatakan masuk sebagai pasien umum. Padahal, ketentuan tersebut tidak ada tertuang di dalam Permenkes Tahun 2014 tentang JKN. Terpaksa, pihak keluarga yakni istri Nasib Barus Siti Rohani menandatangani pernyataan tersebut," tutur dia.
Selanjutnya, Nasib Barus dirawat di ruang ICU RS Pertamina Pangkalan Brandan, sejak Minggu 4 Agustus 2016. Namun, masalah dengan kepsertaan BPJS Kesehatan kembali terjadi. Dua hari dirawat, keluarga mendatangi BPJS Kesehatan agar Nasib Barus dirawat di Kelas 1 sesuai kepesertaannya.
Namun, bukannya disambut baik oleh Kepala BPJS Langkat atas nama Riko, keluarga malah ditekan tanpa alasan jelas.
Ditempat terpisah, Bagian Penanganan BPJS KCU Medan Sari menyayangkan sikap pihak rumah sakit yang tidak baik dalam menyampaikan pesan pada pasien. Menurut dia, sesuai ketentuan BPJS, apabila pasien keluar masuk rumah sakit dalam batas waktu 7 hari dengan diaknosa yang sama, maka pasien memang akan terhitung sebagai pasien umum.
"Namun jika pasien selama 7 hari masuk dalam keadaan darurat dengan diaknosa berbeda, maka BPJS peserta dapat dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang ada," kata Sari. (rabi)
Pihak RS Pertamina Pangkalan Brandan meminta pada keluarga pasien untuk melunasi biaya berobat sebesar Rp12 juta. Namun, pihak keluarga mengklaim bahwa Nasib Barus merupakan pemegang BPJS Kesehatan kelas I. Rahmad Efendi, keluarga korban, mengaku sangat kecewa dengan kejadian itu. Ia mengatakan, pihak RS Pertamina dan BPJS saling lempar bola mengenai administrasi pasien itu.
"Sekitar 1 jam jenazah abang saya ditahan rumah sakit. Kata manajer rumah sakit, pihak rumah sakit belum ada koordinasi dengan BPJS Pangkalan Brandan. Keluarga harus bayar uang perawatan selama 3 hari sekitar Rp12 juta lebih dulu baru jenazah boleh dibawa pulang ke rumah duka," kata Efendi, Minggu (11/9/2016).
Suasana sempat tegang saat keluarga berupaya membawa jenazah Nasib Barus. Upaya itu sempat dihalangi oknum TNI yang bertugas di RS Pertamina Pangkalan Brandan.
Meski sempat bersitegang, jenazah akhirnya dapat dibawa pulang dengan catatan keluarga pasien membuat surat pernyataan.
"Pihak keluarga terpaksa harus menandatangani surat pernyataan yang isinya: jika BPJS tidak mau membayar pada saat yang ditentukan, maka keluarga wajib membayar sesuai dengan ketentuan Rumah Sakit Pertamina," ujar dia.
Sedianya, Nasib Barus dirawat di RSUD Pirngadi, Medan. Namun, lantaran belum 8 hari dirawat di sana, Nasib Barus dinyatakan sebagai pasien umum meski tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan. Pihak keluarga terpaksa merogoh kocek untuk membayar biaya berobat.
"Perawat di rumah sakit menyatakan: sesuai peraturan karena belum mencapai 8 hari masa aktif BPJS, maka pasien dinyatakan masuk sebagai pasien umum. Padahal, ketentuan tersebut tidak ada tertuang di dalam Permenkes Tahun 2014 tentang JKN. Terpaksa, pihak keluarga yakni istri Nasib Barus Siti Rohani menandatangani pernyataan tersebut," tutur dia.
Selanjutnya, Nasib Barus dirawat di ruang ICU RS Pertamina Pangkalan Brandan, sejak Minggu 4 Agustus 2016. Namun, masalah dengan kepsertaan BPJS Kesehatan kembali terjadi. Dua hari dirawat, keluarga mendatangi BPJS Kesehatan agar Nasib Barus dirawat di Kelas 1 sesuai kepesertaannya.
Namun, bukannya disambut baik oleh Kepala BPJS Langkat atas nama Riko, keluarga malah ditekan tanpa alasan jelas.
Ditempat terpisah, Bagian Penanganan BPJS KCU Medan Sari menyayangkan sikap pihak rumah sakit yang tidak baik dalam menyampaikan pesan pada pasien. Menurut dia, sesuai ketentuan BPJS, apabila pasien keluar masuk rumah sakit dalam batas waktu 7 hari dengan diaknosa yang sama, maka pasien memang akan terhitung sebagai pasien umum.
"Namun jika pasien selama 7 hari masuk dalam keadaan darurat dengan diaknosa berbeda, maka BPJS peserta dapat dipergunakan sesuai dengan ketentuan yang ada," kata Sari. (rabi)