Salam X-Kars
Jakarta, Rabi
Anggota DPR RI Mahfudz Siddiq mengemukakan, semua
partai politik harus mencermati dan mewaspadai potensi kecurangan saat Pilkada
DKI 15 Februari 2017. Menurutnya, persaingan di Pilkada DKI kali ini
berlangsung ketat. "Jangan berpikir semua proses akan normal. Dalam
suasana persaingan yang sengit, potensi kecurangan akan besar," kata
Mahfudz di Jakarta, Kamis (17/11/2016).
Menurut Mahfudz, potensi kecurangan ada di empat
tempat. Pertama, di daftar pemilih
tetap (DPT) yang dikeluarkan oleh KPU DKI. Basis DPT adalah KTP elektronik.
Sedangkan proses KTP elektronik hingga saat ini belum tuntas."Jadi, ada potensi
kerawanan yang bisa dimanfaatkan oleh mereka yang punya akses ke data penduduk
dan data pemilih untuk memanipulasi data," ujar Mahfudz.
Menurut dia, manipulasi data pemilih bisa melalui mobilisasi pemilih `siluman` dari daerah luar Jakarta atau menggunakan data penduduk yang sudah tidak valid (warga meninggal atau pindah).
Menurut dia, manipulasi data pemilih bisa melalui mobilisasi pemilih `siluman` dari daerah luar Jakarta atau menggunakan data penduduk yang sudah tidak valid (warga meninggal atau pindah).
Kedua, potensi kecurangan saat
pencoblosan. Praktik di banyak pilkada adalah `politik uang` untuk mencoblos
pasangan tertentu, intimidasi, atau penggunaan surat suara yang tidak terpakai."Harus
dicermati jangan sampai ada pemilih yang tidak jelas identitasnya," ujar
anggota PKS ini.
Ketiga, kecurangan saat rekapitulasi suara mulai dari TPS, PPS, dan PPK. Hal ini terjadi umumnya ketika para saksi tidak bisa mengawal hingga tuntas."Masalah yang kerap terjadi saksi sudah pulang sebelum rekap selesai dan mereka banyak yang tidak punya salinan hasil rekap," terang Mahfudz.
Tempat kecurangan terakhir saat rekap akhir melalui komputasi di KPU. Meski penghitungan akhir secara manual, tetapi perubahan data di proses komputasi akan sangat berpengaruh pada hasil akhir. "Saksi tiap partai harus mengawal sampai tuntas di KPU dan harus memiliki salinan rekap lengkap dari TPS, PPS, dan PPK. Kalau tidak, bisa repot," katanya.
Ketiga, kecurangan saat rekapitulasi suara mulai dari TPS, PPS, dan PPK. Hal ini terjadi umumnya ketika para saksi tidak bisa mengawal hingga tuntas."Masalah yang kerap terjadi saksi sudah pulang sebelum rekap selesai dan mereka banyak yang tidak punya salinan hasil rekap," terang Mahfudz.
Tempat kecurangan terakhir saat rekap akhir melalui komputasi di KPU. Meski penghitungan akhir secara manual, tetapi perubahan data di proses komputasi akan sangat berpengaruh pada hasil akhir. "Saksi tiap partai harus mengawal sampai tuntas di KPU dan harus memiliki salinan rekap lengkap dari TPS, PPS, dan PPK. Kalau tidak, bisa repot," katanya.
Karena itu, menurut Mahfudz, semua partai politik dan warga DKI harus aktif mengawasi dan mengawal semua tahapan pilkada DKI. "Agar hasilnya valid dan tidak memicu ketegangan politik baru," jelas Mahfudz. (TRK)