Dicpz on read Wenri W- JPNN
Pak Harto Anak Pak Karto (3)
Ketika Pak
Harto Ngelmu ke Mbah Dukun
DEMI adat Jawa--sebagaimana peradaban manusia lainnya--yang
menjunjung pengetahuan, Soeharto kecil mulai menimba ilmu. Tak hanya di
bangku sekolahan, Presiden RI kedua itu juga ngelmu pada
seorang dukun kenamaan.
Soeharto boleh masuk Ongko Loro setelah berhasil memegang telinga kiri
dengan tangan kanan melalui puncak kepala.
Delapan tahun umur lelaki kelahiran 8 Juni 1921 tersebut ketika itu. Ongko
Loro bahasa Jawa yang berarti dua huruf. Ini sekolah rendah buat anak kampung.
"Menurut gurunya, Sastrodiharjo," sebagaimana ditulis O.G. Roeder
dalam Soeharto--Dari Pradjurit Sampai Presiden, "sekalipun
Soeharto bukan anak yang terpintar dalam kelas, namun ia senang sekali membaca
dan berhitung."
Di Ongko Loro hanya lima macam yang dipelajari; membaca, menulis, berhitung,
menggambar dan menyanyi.
Mengaji Di Solo
Sekali waktu, Pak Karto yang datang membesuk anaknya.
"Ayah membawa seekor kambing untuk saya," ungkap Soeharto dalam
otobiografinya Ucapan, Pikiran dan Tindakan Saya.
Bukan main senang hatinya. "Ternak itu menjadi sahabat yang tak kunjung
saya lupakan," kenangnya.
Di waktu yang lain, ayahnya datang lagi. Kali ini, Soeharto dibawa pindah ke
Solo. Bukan karena ayah tirinya tak sayang padanya. Ayah tirinya terkadang
malah suka menggendoknya di pundak, mengajaknya bermain di sawah.
Di Solo, Soeharto dititip Pak Karto pada adik perempuannya. Soeharto
memanggil bibinya Bu Prawiro--sebab istrinya Pak Prawirowiardjo. Keluarga
Prawiro terbilang saleh. Maka, Soeharto pun mulai mengaji Al-Qur'an.
Guru sekolahnya, Djojosujitno menceritakan, Soeharto pernah berkelahi dengan
anak kepala polisi daerah itu. "Kedua anak itu dikerumuni
teman-temannya yang senang melihat adegan itu," kenang Djojosujitno,
sebagaimana diceritakan O.G. Roeder.
"Hanya satu kali itu saya pernah berkelahi," Soeharto
mengonfirmasi cerita itu dalam otobiografinya.
Mbah Dukun
Soeharto kian tumbuh dewasa. Umur 14 belas tahun dia disunat.
Setahun kemudian dia dijemput dan dipindahkan ayahnya ke Wonogiri. Dititip
ke Pak Hardjowijono, sekondan ayahnya yang pensiunan pegawai kereta api.
Pak Hardjo pengikut setia Kjai Darjatmo, seorang mubaligh dan dukun
kenamaan.
Soeharto muda sering mendengar perundingan antara guru dan murid itu.
Atas arahan Pak Hardjo, Soeharto ngelmu ke Mbah Dukun Kjai
Darjatmo.
Saban pagi, sebelum matahari terbit dia wajib membuatkan kopi untuk Mbah
Dukun.
Rumah Mbah Dukun, sebagaimana ditulis Roeder, banyak didatangi orang.
Urusannya mulai dari…
Sakit jang perlu pengobatan, perkawinan jang tidak mendatangkan anak,
soal-soal pertjintaan, pertjeraian, kesulitan-kesulitan dalam perdagangan,
urusan dengan pihak penguasa, keragu-raguan tentang keluarga jang djauh, rumah
jang kemasukan setan, dan apa sadja jang mungkin terdjadi dalam kehidupan
rakjat jang bersahadja di Djawa.
Seiring waktu, Soeharto mulai dipercaya Mbah Dukun jadi asistennya.
Dia bertugas menulis ramuan untuk "pasien".
"Secarik kertas atau daun bertuliskan ayat-ayat yang dikutip dari
Al-Qur'an. Tulisan ini biasanya direndam di dalam air bersih, kemudian diminum
oleh mereka yang memerlukan," papar Roeder, orang pertama yang meriset dan
menulis buku biografi Soeharto.
Tahun 1930-an segera berakhir. Masa-masa ngelmu juga
berakhir.
Seperti Samsul Bahri dalam roman Siti Nurbaya, Soeharto melamar
masuk Koninklijke Nederlands Indische Leger (KNIL)--tentara Hindia Belanda.
Sempat menunggu lama, hingga merasa lamarannya ditolak, akhirnya dia
dipanggil juga.
Masa itu, Perang Dunia II yang sedang berkecamuk hampir mendekati pulau
Jawa.
Belanda membuka pendaftaran militer seluas-luasnya. Mulai 1 Juni 1940,
Soeharto mulai ditempah ilmu militer.
Sejurus kemudian, seiring kedatangan pasukan Jepang, Perang Dunia II
tiba juga di Jawa.
Sebagai tentara Belanda, apa yang dilakukan Pak Harto? ….. tunggu edisi
berikutnya……..Salam X-Kars