cpz wW.JPNN
Pak Harto Anak Pak
Karto (5/habis)
Sekuel Asmara Pak Harto dan Ibu Tien
PAK Harto dan Ibu Tien sudah
saling kenal semasa kanak-kanak. Sejak di bangku sekolahan, sudah ada
tanda-tanda…
Di sekolah, Hartinah sebangku dengan Sulardi,
adik sepupu Soeharto.
Tak jarang Hartinah mengolok-olok Sulardi bahwa
dia akan jadi adik iparnya.
Jauh di kemudian hari, setelah sekian lama tak
jumpa, olok-olokan itu menjadi kenyataan.
Di zaman perang mempertahankan kemerdekaan,
Soeharto menjadi tentara dan Hartinah aktif di laskar wanita, Laswi dan Palang
Merah Indonesia.
Jangan bayangkan mereka berjumpa muka, kemudian
berjumpa hati di medan juang.
Kisah cinta mereka tak seromantis di film-film.
Si tentara terluka, lalu si gadis Palang Merah membalut lukanya dengan
selendang sutra. Lalu benih-benih cinta berhamburan. Tidak begitu! Yogyakarta,
akhir 1947…
Suatu malam Soeharto bertandang ke kediaman
keluarga Prawirowiardjo yang lama mengasuhnya.
Keluarga bibi dan pamannya itu belum lama pindah
ke Yogya dari Wurjantoro.
Secangkir teh dan kue-kue dihidang menyambut
kedatangan ponakan yang sudah dianggap anak sendiri itu.
"Harto," kata Bu Prawiro, adik Pak
Karto, ayahanda Soeharto.
"Sekarang umurmu sudah 27 tahun,"
lanjutnya, "Sekali pun engkau bukan anakku sendiri, saya sudah mengasuhmu
sejak ayahmu mempercayakan engkau pada kami. Saya pikir baiklah saya mencarikan
istri untukmu."
O.G. Roeder dalam Soeharto--Dari Pradjurit
Sampai Presiden, buku biografi pertama presiden kedua RI,
mengisahkan, bahwa Soeharto sempat ngeles menyikapi tawaran bibinya.
Tapi kemudian, menurut juga.
"Baiklah, bu," sahutnya. "Siapa
yang patut saya pinang?" tanya Soeharto.
"Kau sudah kenal dengan gadis itu,"
bibinya Sumringah. "Ingatkah kau pada Hartinah…?"
Tak mungkin dia lupa. Semasa sekolah dulu,
Hartinah duduk sebangku dengan Sulardi, anak Bu Prawiro, adik sepupunya.
Dan Hartinah acapkali mengolok-olok Sulardi
sebagai adik ipar.
"Tapi bu, apakah orang tuanya akan setuju?
Saya orang kampung biasa. Dia orang ningrat…"
Tak jadi soal bagi Bu Prawiro yang cukup dekat
dengan keluarga Hartinah.
"Keadaan sudah berobah, nak," kata
bibinya.
Pendek kisah, lamaran Bu Prawiro diterima oleh
Pak Soemoharjomo dan Ibu Hatmanti, orang tua Hartinah yang berasal dari trah
Mangkunegaran.
Hartinah yang sudah seringkali menolak lamaran
pemuda yang jatuh hati padanya, kali ini bersedia naik pelaminan.
Meski lama tak sua, "ia telah mendengar
tentang pemuda ini dari teman-teman anggota palang merah," tulis Roeder.
Ya, Soeharto sudah jadi seorang perwira muda.
26 Desember 1947, perkawinan dilangsungkan di
Solo.
Mempelai laki-laki menyewa sebuah mobil tua untuk
perjalanan dari Yogya ke Solo.
Malam itu, selamatan kecil yang dihadiri para
kerabat dekat, hanya diterangi beberapa lilin.
Menyusul itu, anak Pak Karto mulai akrab disapa
Pak Harto. Dan Ibu Tien Soeharto untuk Hartinah.