Salam X-Kars
Profil - radarbesuki.com
Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada K.H. Raden As'ad Syamsul Arifin. Gelar kepahlawanan diberikan berdasar Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 90/TK/Tahun 2016 tanggal 3 November 2016.
Selain dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Kiai As'ad adalah pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah di Desa Sukorejo Kecamatan Asembagus Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Di benak warga Nahdliyin, Kiai As'ad dikenang sebagai sosok pemberani, teguh pendirian, dan pro-aktif memperjuangkan kepentingan umum.
"Kiai As'ad bukan tipe kiai yang asal dukung, tapi ia ikut cawe-cawe," tulis Syamsul A. Hasan dalam Kharisma Kiai As'ad di Mata Umat.
Berjuang melawan penjajah
Dua tahun sebelum NU berdiri, tepatnya pada 1924, Kiai As'ad diperintah Syeikh Kholil Bangkalan untuk menyampaikan petunjuk kepada Hadaratusyaikh Hasyim Asyari. As'ad, dititipi sebilah tongkat disertai kutipan Alquran Surat Thaha: 17-23. Oleh sebagian kiai-kiai pesantren, peristiwa ini dipercaya sebagai cikal bakal berdirinya jamiyah Nahdlatul Ulama.
Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Abdul Mun'im D.Z. mengatakan, kepercayaan tokoh panutan pesantren kepada As'ad muda inilah yang kemudian membuatnya piawai sebagai mediator. Di masa revolusi fisik, kata Mun'im, Kiai As'ad menjadi motor yang menggerakkan massa dalam pertempuran melawan penjajah pada 10 November 1945.
"Kiai As'ad dikenal memiliki kanuragan tinggi. Ia terjun langsung di medan perang melawan penjajah," kata Mun'im, Rabu (9/11/2016).
Sesudah Indonesia merdeka, peran Kiai As'ad tak surut. Kiai As'ad menjadi penyambung suara dan aspirasi masyarakat kepada para pemangku kebijakan.
"Kiai As'ad penggerak ekonomi-sosial masyarakat. Ia menyerap aspirasi dari warga kemudian mendorong pemerintah daerah, menteri, maupun presiden guna mewujudkan pembangunan yang merata," kata Mun'im.
Penerima asas tunggal Pancasila
Pada 1983, Presiden Soeharto mewajibkan asas tunggal Pancasila bagi setiap organisasi kemasyarakatan (ormas) di Indonesia, termasuk NU. Kebijakan ini pun mengundang polemik di kalangan muslim. Banyak yang menduga, peraturan itu bakal menggeser nilai-nilai agama.
Kiai As'ad tak terburu memutuskan sikap. Diajaknya berdialog para tokoh di kalangan ulama, termasuk Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Setelah mendapatkan penjelasan bahwa kedudukan Pancasila tidak akan mengganggu nilai-nilai keislaman, Kiai As'ad malah memfatwakan kewajiban bagi umat Islam di Indonesia untuk menerima ideologi Pancasila.
"Beliau berdiskusi dengan banyak orang agar mau menerima Pancasila," kata Mun'im.
Presiden Joko Widodo memberi gelar pahlawan nasional kepada keluarga KH Raden As'ad Syamsul Arifin
Zuhud dan teguh pendirian
Kiai As'ad terbilang ulet dalam menjalin hubungan dengan berbagai kalangan. Tokoh Asembagus ini pun dianggap memiliki hubungan dekat dengan penguasa Orde Baru. Meski begitu, kesan berintegritas tinggi tetap lekat pada sosok kelahiran Mekkah, 1897 tersebut.
"Yang didekati malah ketar-ketir. Kiai As'ad tidak butuh apa-apa. Beberapa sumber mengatakan tak sekali-dua pemerintah Orde Baru menawarkan bantuan untuk pesantren, tapi Kiai As'ad menolak," kata Mun'im.
Keteguhan Kiai As'ad semakin tampak ketika ia berbeda pandangan dengan Gus Dur. Kiai As'ad memilih mufaraqah (keluar dan berpisah dari kepemimpinan) PBNU lantaran kenyelenehan Gus Dur yang bersedia Festival Film Indonesia. Kiai As'ad juga mengkritik keras wacana Gus Dur mengubah “assalamu’alaikum” menjadi “selamat pagi”.
"Tapi Kiai As'ad tidak memobilisasi massa untuk memusuhi Gus Dur, atau mengajak orang keluar dari NU. Beliau meminta orang-orang dekatnya agar tetap tenang," kata Mun'im.
Keteguhan Kiai As'ad lainnya ditunjukkan dengan ketidak-tertarikan dia pada status dan jabatan. Hingga akhir hayatnya, yakni 4 Agustus 1990, Kiai As'ad tetap gigih mengabdikan diri sebagai rais syuriah di Pengurus Cabang NU Situbondo.
"Padahal, status Kiai As'ad di atas Rais Aam PBNU. Beliau masuk jajaran dewan pendiri, tapi menolak dicantumkan di susunan pengurus pusat," ujar Mun'im.(Rabi)