Kejaksaan Negeri ‘Awasi’ Dana Desa di Bondowoso
Radar Besuki
Besarnya Dana Desa yang dikucurkan Pemerintah pusat melalui Kementerian Percepatan Desa Tertinggal (PDT) harus diimbangi dengan kemampuan aparatur Desa. Bukan hanya pandai membelanjakan, tetapi menyusun program yang tepat menjadi suatu keharusan. Untuk mendorong pemanfaatan dana yang tepat sasaran, Kejaksaan Agung telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh Kejaksaan Negeri. Intinya, Kejaksaan Negeri harus ikut melakukan pengawasan melalui program Kejaksaan Masuk Desa.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bondowoso, Sri Sektiyanti,SH, melalui Kepala Seksi Intelejen (Kasi Intel), Hadi Marsudiono saat berbincang dengan harian kemarin mengatakan program merupakan tindak lanjut kesepakatan Kejaksaan Agung dengan Kementerian Dalam Negeri RI.
“Kedepan kita akan melakukan program Kejaksaan Masuk Desa. Program ini merupakan program dari Kejagung RI yang diperintahkan kepada semua Kejari se Indonesia, untuk membentuk tim Pengawal dan Pengamanan Pembangunan Pemerintah Daerah (TP4D), guna melakukan pengawasan,” ungkap Cak Hadi, panggilan akrabnya.
Maksud dari program ini, lanjutnya, adalah untuk mengawal dana pusat yang masuk ke desa. Tim akan bertugas mengawasi penyerapan anggaran pembangunan didaerah, termasuk dana desa. Sebab ada kekhawatiran terjadi penyelewengan pengelolaan atau penyalahgunaan. “Jumlahnya kan sangat besar, dan menjadi kewajiban kami untuk mengawasi uang negara tersebut, agar tepat sasaran,” tukasnya.
Menurut Kajari, pengawasan akan secara khusus dilakukan oleh para jaksa dari seksi Intelejen dan seksi terdata dan tata usaha negara (Datun). Penggunaan uang dalam jumlah yang besar dan tidak sesuai peruntukannya berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi. Apalagi dalam pengelolaan anggaran pihak desa minim skil (ke ahlian).
“Karena menurut UU, sebagai pendampingan ada di Datun, guna melakukan penyuluhan dan pengarahan terkait dana yang akan digunakan. Sekaligus memberikan pengertian kepada masyarakat agar mengetahui bahwa dana desa itu bukan milik Kepala Desa (Kades) dan perangkatnya, tapi itu adalah uang milik negara,” sebutnya.
Sedangkan yang lainnya, dalam UU Kejaksaan tersebut disebutkan bahwa Kejari wajib ikut melakukan pengawasan daerah. “Dan salah satunya adalah program ini. Karena itu sebabnya Kejaksaan perlu memastikan dana desa sesuai perencanaan program pembangunan di desa, serta berpatokan pada petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis (juknis),” tambahnya.
Meski demikian, Kejari Bondowoso sejauh ini masih belum menemukan adanya penyimpangan atau penyelewengan anggaran dan terus mengawasi agar cita –cita pemerintah mensejahterakan rakyat pedesaan dapat terwujud. “Hingga saat ini kami masih terus mengawasi dan jika bisa dicegak pelanggaran hukumnya, kami lebih baik mencegahnya,” pungkasnya.
(rabi)
Besarnya Dana Desa yang dikucurkan Pemerintah pusat melalui Kementerian Percepatan Desa Tertinggal (PDT) harus diimbangi dengan kemampuan aparatur Desa. Bukan hanya pandai membelanjakan, tetapi menyusun program yang tepat menjadi suatu keharusan. Untuk mendorong pemanfaatan dana yang tepat sasaran, Kejaksaan Agung telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh Kejaksaan Negeri. Intinya, Kejaksaan Negeri harus ikut melakukan pengawasan melalui program Kejaksaan Masuk Desa.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bondowoso, Sri Sektiyanti,SH, melalui Kepala Seksi Intelejen (Kasi Intel), Hadi Marsudiono saat berbincang dengan harian kemarin mengatakan program merupakan tindak lanjut kesepakatan Kejaksaan Agung dengan Kementerian Dalam Negeri RI.
“Kedepan kita akan melakukan program Kejaksaan Masuk Desa. Program ini merupakan program dari Kejagung RI yang diperintahkan kepada semua Kejari se Indonesia, untuk membentuk tim Pengawal dan Pengamanan Pembangunan Pemerintah Daerah (TP4D), guna melakukan pengawasan,” ungkap Cak Hadi, panggilan akrabnya.
Maksud dari program ini, lanjutnya, adalah untuk mengawal dana pusat yang masuk ke desa. Tim akan bertugas mengawasi penyerapan anggaran pembangunan didaerah, termasuk dana desa. Sebab ada kekhawatiran terjadi penyelewengan pengelolaan atau penyalahgunaan. “Jumlahnya kan sangat besar, dan menjadi kewajiban kami untuk mengawasi uang negara tersebut, agar tepat sasaran,” tukasnya.
Menurut Kajari, pengawasan akan secara khusus dilakukan oleh para jaksa dari seksi Intelejen dan seksi terdata dan tata usaha negara (Datun). Penggunaan uang dalam jumlah yang besar dan tidak sesuai peruntukannya berpotensi menimbulkan tindak pidana korupsi. Apalagi dalam pengelolaan anggaran pihak desa minim skil (ke ahlian).
“Karena menurut UU, sebagai pendampingan ada di Datun, guna melakukan penyuluhan dan pengarahan terkait dana yang akan digunakan. Sekaligus memberikan pengertian kepada masyarakat agar mengetahui bahwa dana desa itu bukan milik Kepala Desa (Kades) dan perangkatnya, tapi itu adalah uang milik negara,” sebutnya.
Sedangkan yang lainnya, dalam UU Kejaksaan tersebut disebutkan bahwa Kejari wajib ikut melakukan pengawasan daerah. “Dan salah satunya adalah program ini. Karena itu sebabnya Kejaksaan perlu memastikan dana desa sesuai perencanaan program pembangunan di desa, serta berpatokan pada petunjuk pelaksana maupun petunjuk teknis (juknis),” tambahnya.
Meski demikian, Kejari Bondowoso sejauh ini masih belum menemukan adanya penyimpangan atau penyelewengan anggaran dan terus mengawasi agar cita –cita pemerintah mensejahterakan rakyat pedesaan dapat terwujud. “Hingga saat ini kami masih terus mengawasi dan jika bisa dicegak pelanggaran hukumnya, kami lebih baik mencegahnya,” pungkasnya.
(rabi)