Salam X-Kars
Jakarta , Rabi
Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) meminta
pengusaha swalayan dan toko agar tidak menukarkan uang kembalian pembeli
dengan permen.
BI prihatin dengan kondisi ini yang hampir semua swalayan maupun
toko memberikan permen kepada pembeli sebagai pengganti uang kembalian
ketika berbelanja. Kepala BI Perwakilan Sumut Difi Ahmad Johansyah
mengatakan, hingga kini masih banyak swalayan dan toko memberikan permen
kepada pembeli sebagai pengganti uang pecahan kecil. Padahal uang
pecahan kecil masih banyak diedarkan BI untuk kebutuhan bertransaksi.
“Kami juga baru saja menggelar gerakan peduli koin.”
“Koin-koin yang terkumpul itu diedarkan kembali namun masih kami
temukan ada swalayan maupun toko menjadikan permen sebagai pengganti
kembalian belanjaan,” ujar Difi, Minggu (20/11). BI telah banyak
melakukan sosialisasi tentang larangan menukarkan uang kembalian dengan
permen. Bahkan BI memberi peringatan kepada seluruh pelaku usaha yang
bergerak di bidang retail agar tidak memberikan permen sebagai pengganti
uang kembalian. Karena hal itu dilarang dan tidak dibenarkan dalam
transaksi.
“Permen itu bukanlah alat pembayaran sah. Kami sekarang sudah
melakukan pemantauan. Apabila nanti masih ada kami temukan, pengusahanya
akan kami panggil,” katanya.
Menurut Difi, BI Perwakilan Sumut menjamin
kecukupan dan ketersediaan uang rupiah pecahan kecil di daerah ini.
Penyebarannya merata karena BI juga memiliki perwakilan di
kabupaten/kota. Jadi, sebanyak apa pun uang pecahan kecil dibutuhkan
masyarakat, BI pasti sanggup menyediakannya. Karena itu, tidak ada
alasan apa pun bagi pelaku usaha memberikan permen kepada pelanggan
sebagai pengganti uang kembalian.
“Bila pengusaha swalayan atau toko itu tidak memiliki atau
kehabisan uang rupiah pecahan kecil, silakan melakukan penukaran di bank
konvensional,” katanya. Kepala Unit Pengelolaan Uang Rupiah BI, Effendi
menambahkan, uang rupiah pecahan kecil yang masih berlaku di Indonesia
adalah nominal Rp100, Rp200, dan Rp500. Uang pecahan ini masih beredar
di masyarakat dan sah sebagai alat pembayaran sehingga tidak ada alasan
tidak menggunakannya sebagai alat pembayaran.
“Dalam UU Nomor 7/2011 tentang Mata Uang, sangat jelas dinyatakan
bahwa setiap orang dilarang menolak menerima uang rupiah sebagai alat
pembayaran ataupun untuk transaksi keuangan lainnya di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” katanya.
Pihaknya mengimbau kepada masyarakat agar menghargai keberadaan
uang rupiah pecahan kecil. Setiap orang maupun pelaku usaha tidak boleh
menolak uang rupiah pecahan kecil sebagai alat pembayaran.
“Kami prihatin sampai sekarang masih ada masyarakat yang menolak
menerima uang pecahan kecil, padahal uang tersebut belum dinyatakan
ditarik dari peredaran,” katanya. Selain itu, terdapat pengusaha nakal
sengaja menghilangkan uang pecahan kecil. Hal itu agar setiap harga
barang bisa dibulatkan dengan tujuan meraup keuntungan lebih.
Kondisi ini tidak boleh dibiarkan karena bisa memicu terjadi
inflasi. “Dengan pembulatan harga tentu akan semakin mahal. Ini bisa
memicu inflasi, maka uang recehan selaku kami sediakan agar transaksi
selalu bisa dengan uang pas,” katanya.(Rabi)