Yogyakarta, Rabi
Penggunaan sosial media dianggap masih menjadi salah satu sumber terjadinya eksploitasi seksual anak. Dalam penelitian yang dilakukan tiga yayasan, Sekretariat Anak Merdeka Indonesia (Samin), Setara, dan Kakak, menunjukkan kegiatan berinternet yang dilakukan anak-anak menjadi bagian dari penyebab terjadinya eksploitasi seksual di sejumlah kota.
Survei yang dilakukan di enam kota; Bandung, Jakarta, Semarang, Solo, Mataram, dan Yogyakarta, menyebutkan, dari 850 responden anak usia pelajar sekolah dasar-menengah, 60 persennya mengaku pernah melihat, mengunggah, atau menerima konten pornografi di internet.
Hal itu diperoleh dari tujuh jenis sosial media, yakni Twitter, Path, BBM, Snapchat, Facebook, Instagram, dan blog. "Ada sebagian anak yang mengaku mengenal internet saat di usia kurang dari lima tahun. 73 persen di antaranya mengaku di atas 10 tahun," kata seorang peneliti, Thomas Bambang Pamungkas, dalam penyampaian hasil penelitian, di Sakanti Hotel Yogyakarta, Sabtu (24/12/2016).
Bambang menyatakan penggunaan internet itu dilakukan anak yang jadi responden, 40 persennya karena tugas sekolah, 26 persen bersosial media, 23 persen berselancar atau melihat Youtube, serta 11 persen sisanya melakukan semuanya. Yang memprihatinkan, 47 persen responden itu menyatakan kegiatan internet dilakukan saat di rumah tanpa pengawasan.
"Sebagian besar anak-anak berinternet dengan ponsel. Peristiwa eksploitasi seksual anak ini bersumber dari media sosial, seperti diminta gambar porno pacarnya lalu disebarkan," kata Nining, peneliti lain.
Konfrensi Pers
Perlu pendidikan dan pengawasan
Penelitian yang digelar September hingga November 2016 ini menunjukkan bahwa internet menjadi faktor masuknya anak jadi korban eksploitasi seksual. Di Solo, Jawa Tengah, ada 17 anak yang menjadi korban ekaplotasi seksual. Bahkan, mereka masih di bawah umur.
Di Semarang, ada 34 kasus eksploitasi seksual anak yang bermula dari penggunaan sosial media. Sementara itu, ada 4 anak di Bantul yang akhirnya menjadi pekerja seks di kawasan Parangkusumo.
"Pengaruh gadget ini luar biasa. Ada anak kelas 3 SD di Semarang yang mengaku melakukan kekerasan seksual dengan alasan meniru yang ada di media sosial," ujar Tsaniyatus Solihah, anggota Yayasan Setara.
Anggota Yayasan Kakak, Shoim Sahriyati, menyatakan perlu adanya pendidikan penggunaan internet dengan sehat. Tak cuma itu, orang tua yang berada di lingkungan keluarga harus lebih proaktif berbincang bukan hanya soal pelajaran. Persoalan hubungan atau komunikasi anaknya dengan orang lain, harus dibicarakan.
Sementara itu, kata dia, pemerintah juga perlu mengembangkan upaya pencegahan adanya eksploitasi seksual anak dengan melihat pesatnya penggunaan internet di kalangan pelajar menengah. Dari 1.000 upaya pemblokiran situs yang dilakukan pemerintah, 20 persennya adalah situs tentang pornografi anak.
"Isu (eksploitasi seksual anak) harus digarap serius pemerintah. Pendidikan di lingkungan keluarga juga harus ditambahkan dan penolakan eksploitasi seksual anak harus jadi gerakan sosial," kata Shoim. (Rabi)