Radar Besuki
Menyusuri sungai-sungai di
Kalimantan memang menantang. Tak hanya perjalanan yang unik dengan berperahu
menyusuri sungai-sungai besar, namun banyak hal baru bisa kita dapat sepanjang
perjalanan.
Salah satunya di wilayah Muara Kaman
di Kabupaten Kutai Kartanegara. Lokasi ini bisa dituju dengan menggunakan
transportasi darat maupun air. Untuk menuju ke Muara Kaman, dari Samarinda Ibu
kota Propinsi Kaltim, memerlukan waktu sekitar 5-6 jam perjalanan sungai,
sementara kalau di tempuh melalui Tenggarong, hanya memerlukan waktu sekitar 3-5
jam perjalanan sungai.
Masyarakat setempat masih
mengantungkan hidupnya dengan alam sekitar, seperti budidaya ikan dengan
memanfaatkan keramba di sungai, memasang jaring atau biasanya disebut renggek,
memancing. Dan hampir semua masyarakatnya memiliki kemampuan untuk membawa
perahu ces (ketinting) dengan mesin sekitar 30-50 Pk. Namun tidak sedikit
masyarakat yang membuka lahan pertanian di pinggir sungai, seperti dikawasan
Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam dan beberapa anak sungai.
Tanaman yang terlihat di pinggiran
DAS Mahakam, selain tanaman kebun, yaitu labu, semangka, tanaman pertanian
seperti padi, dapat ditemukan di kawasan Muara Kaman hingga Muara Muntai. Dan
hampir setiap hari mereka selalu menggunakan sejenis perahu lokal yang disebut
perahu ces untuk menuju kebun.
Pak Ayek seorang warga di Muara
Kaman, ia tinggal dan dilahirkan di kampung Muara Kaman selama 40 tahun. Sejak
kecil, ia memanfaatkan air sungai untuk memenuhi kebutuhannya. “Saya sejak
kecil sudah mandi hingga minum air mahakam,” ungkap Pak Ayek.
Bahkan binatang piaraan yang
dimiliki warga setempat, berbeda dengan binatang piaraan seperti lazimnya yang
dipelihara masyarakat, seperti kucing anjing. Binatang piaraan yang dipelihara
yaitu bangau jenis purple heron, egret, bangau tong-tong, bahkan
beberapa jenis elang.
Bila pada umumnya masyarakat
memelihara anjing untuk menjaga rumah dari pencuri, maka di kawasan DAS
Mahakam, masyarakat memelihara burung-burung tersebut untuk menjaga keramba
dari pencurian.
Bahkan hampir setiap keramba memiliki piaraan burung jenis
tersebut.
Burung jenis Bangau Purple Heron
(Ardea purpurea) yang tak sengaja terkena renggek warga, menjaga keramba di
kawasan Muara Kaman Kutai Kertanegara. Foto: Hendar
“Burung-burung jenis bangau itu
tidak kita tangkap, Mereka bisanya terjerat oleh jaring renggek yang kami
pasang di sungai,” ungkap Hartono salah satu warga di kawasan Cagar Alam Muara
Kaman, Desa Sedungan.
Mengapa burung-burung tersebut bisa
menjadi peliharaan masyarakat setempat? Menurut penuturan mereka, hewan jenis
burung tersebut akan mengeluarkan suara, bila ada mahluk lain yang mendekat,
seperti manusia, bahkan binatang buas lainnya termasuk ular.
“Wah kalau malam, ada ular atau
orang yang berhenti di keramba, burung-burung itu akan bersuara, jadi kami tahu
bila ada pencuri atau binatang buas yang mendekati keramba. Hal ini kami
lakukan karena seluruh kebutuhan hidup kami, tergantung pada keramba yang kami
punya,” ungkap Hartono.
Kita juga dapat melihat dari jenis
Elang Bondol hingga Elang Hitam menjadi piaraan beberapa warga di kawasan DAS
Mahakam. Namun elang tersebut lebih banyak ditangkap dan di pelihara sebagai
penjaga keramba.
Itulah sekelumit kisah Muara Kaman,
Kutai Kartanegara. Sepenggal keunikan Indonesia yang masih tersisa…(rabi)