Nelayan Tolak Rencana Pemerintah Buka Natuna untuk Asing
Radar Besuki
Pelayan-pelayan
Natuna di Kepulauan Riau menolak wacana pemerintah untuk memaksimalkan
pengelolaan ikan di daerah tersebut bersama pihak asing. "Jelas
kami tolak. Selama ini tanpa izin saja, saat mereka mencuri saja, sudah
menghancurkan karena mereka sembarangan. Apalagi ada izin," kata seorang nelayan
Natuna, Rodial Huda pada Jumat (05/08/2016).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Maritim dan
Kelautan Luhut Pandjaitan mengatakan ketika serah terima jabatan (28/07/2016)
lalu, pemerintah dapat bermitra dengan perusahaan swasta baik domestik maupun
asing untuk mengelola perikanan Natuna.
Menurut Rodial, izin pengusaha asing untuk
mengambil ikan di perairan Natuna dianggap akan menghancurkan pencarian nelayan
tradisional karena kapal asing dilengkapi alat tangkap yang canggih.
Ia khawatir bila kebijakan itu diterapkan,
maka banyak kapal asing ilegal yang berlindung dari kapal berizin dan mengeruk
sumber daya alam natuna.
"Kapal ilegal bisa ikut dompleng,
sehingga patroli sulit mengontrol," kata Rodial.
Sebelumnya…
Murkanya
Susi dan Penghianatan Cina di Laut Natuna
Ketika
sedang berpatroli di perairan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Sabtu
(19/3/2016), kapal pengawas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Hiu 11
mendeteksi adanya pergerakan kapal ikan Tiongkok, Kway Fey 10078.
Pada pukul 14.15 WIB di hari tersebut, kapal Kway Fey 10078 tercatat
berada di sekitar koordinat 5 derajat lintang utara dan 109 derajat bujur timur
yang merupakan kawasan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI).
Akibat pelanggaran tersebut, Hiu 11 mulai melakukan pengejaran sambil
melepaskan tembakan peringatan, tetapi kapal Kway Fey melarikan diri antara
lain dengan melakukan manuver zig-zag.
Namun sekitar pukul 15.00 WIB, kapal asal Tiongkok tersebut berhasil
dihentikan dan petugas KKP segera menuju kapal Kway Fey serta mengamankan
sebanyak delapan awak buah kapal (ABK).
Kemudian, saat KM Kway Fey akan dibawa petugas KKP, tiba-tiba datang
kapal coastguard Tiongkok yang datang mendekat dan menabrak Kway Fey, dengan
dugaan agar kapal ikan asal Tiongkok tersebut tidak bisa dibawa ke daratan Indonesia.
Untuk menghindari konflik, petugas KKP meninggalkan Kway Fey dan kembali
ke KP Hiu 11 dan hanya berhasil membawa delapan ABK.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti geram ketika berita
mengenai kejadian tersebut sampai ke telinganya.
"Saya akan protes keras dengan nota diplomatis," kata Menteri
Susi kepada wartawan dalam acara jumpa pers di rumah dinasnya di Jakarta,
Minggu (20/3).
Sehari setelahnya, Susi juga menyesalkan klaim sepihak Republik Rakyat
Tiongkok yang menyatakan kapal KW Kway Fey 10078 yang ditangkap aparat
Indonesia berada dalam kawasan perikanan tradisional mereka.
"(Pernyataan Tiongkok) itu klaim yang tidak betul, tidak mendasar
dan tidak diakui oleh dunia internasional," katanya.
Menurut dia, alasan Tiongkok mengenai "traditional fishing
ground" (tempat perikanan tradisional) di Natuna tidak diakui oleh aturan
internasional termasuk Konvensi Hukum Laut PBB.
Sementara itu, rilis Kedubes Tiongkok menyatakan tempat kejadian perkara
berada di perairan perikanan tradisional Tiongkok.
Dalam rilis tersebut, pihak Tiongkok menyatakan sudah mengetahui laporan
bersangkutan bahwa kapal ikan Tiongkok dikejar oleh kapal bersenjata Indonesia
waktu beroperasi normal.
Segera setelah menerima informasi delapan anak buah kapal Tiongkok
ditangkap oleh pihak Indonesia, pihak Tiongkok langsung mendesak pihak
Indonesia agar membebaskan ABK Tiongkok dan menjamin keamanan mereka.
Kemudian, pihak Tiongkok mengharapkan pihak Indonesia menangani isu
terkait secara saksama mengingat hubungan bilateral yang mesra antara Tiongkok
dan Indonesia pada saat ini.
Dalam hal beda pendapat di bidang perikanan, diharapkan kedua pihak
dapat mengadakan komunikasi melalui jalur diplomat, demikian isi rilis yang
dikeluarkan Kedubes Tiongkok.
Pemerintah Indonesia sendiri telah melayangkan nota protes kepada
Pemerintah RRT terkait masuknya kapal penangkap ikan KM Kway Fey 10078 dan
kapal "coastguard" atau keamanan laut milik Tiongkok di kawasan perairan
Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi usai mendampingi
Menlu Australia Julie Bishop bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta,
Senin (21/3).
"Pagi hari ini saya sudah memanggil kuasa usaha sementara Kedutaan
Besar Tiongkok di Jakarta, saya sampaikan protes kita (Indonesia) terhadap tiga
hal," kata Retno kepada wartawan.
Pertama, pemerintah Indonesia memprotes pelanggaran yang dilakukan kapal
keamanan laut Tiongkok terhadap hak berdaulat atau yurisdiksi Indonesia di
kawasan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan di landas kontinen.
Kedua, Indonesia memprotes terkait pelanggaran terhadap upaya penegakan
hukum yang dilakukan aparat Indonesia di wilayah ZEE dan di landas kontinen.
Ketiga, pemerintah Indonesia memprotes pelanggaran terhadap kedaulatan
laut teritorial Indonesia oleh kapal keamanan laut Tiongkok.
"Sekaligus juga saya tekankan mengenai pentingnya penghormatan
terhadap hukum internasional termasuk UNCLOS 1982. Dan saya sampaikan sekali
lagi bahwa Indonesia bukan merupakan 'claimant state' (negara bersengketa) atas
konflik yang ada di Laut Tiongkok Selatan," jelasnya.
Nota protes tersebut disampaikan secara tertulis kepada Kuasa Usaha
Sementara Kedubes Tiongkok di Jakarta karena Dubes Tiongkok untuk Indonesia Xie
Feng sedang berada di negara asalnya.
Ketua Komisi I DPR Mahfud Siddiq mendukung nota protes yang disampaikan
pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada
pemerintah Tiongkok, karena dinilai telah melanggar kedaulatan Indonesia dan
menghalangi penangkapan KM Kway Fey.
"Saya mendukung nota protes pemerintah Indonesia melalui Menlu
kepada pemerintah Tiongkok dalam kasus pelanggaran wilayah perairan Indonesia
oleh kapal nelayan dan armada 'coastguard'(penjaga pantai) Tiongkok," kata
Mahfud Siddiq saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Mahfud menyebut kasus tersebut merupakan pelanggaran serius yang
dilakukan pemerintah Tiongkok yang seharusnya menjaga bangunan kepercayaan
dengan Indonesia.
Dia menilai pelanggaran itu bisa menggoyahkan fondasi bangunan
kepercayaan kedua negara yang sedang dibangun.
"Pemerintah Tiongkok harus sungguh-sungguh merespons nota protes
Indonesia ini," ujar Mahfud.
Politikus PKS itu menilai apabila Tiongkok tidak memberikan tanggapan
maka negara tersebut bisa kehilangan teman dalam peran- peran yang sedang
dikembangkan di kawasan.
Menteri Susi mengemukakan bahwa Republik Indonesia menghormati
kedaulatan Tiongkok dan sebaliknya, Tiongkok juga selayaknya menghormati
kedaulatan Indonesia.
Untuk itu, dia juga mengutarakan harapannya agar kejadian seperti
insiden yang terjadi di Natuna, Sabtu (21/3), tidak terulang lagi pada masa
mendatang.