Salam X- Kars
Banyuwangi - Radar Besuki
Tumpeng
Sewu merupakan tradisi adat warga Using, suku asli masyarakat Banyuwangi, yang
digelar seminggu sebelum Idul Adha. Tahun ini bertepatan jatuh di hari Minggu,
4 September.
Tradisi
ini akan kembali diadakan kembali oleh warga
Kemiren,
Kecamatan Glagah yang merupakan suku Using Banyuwangi.
Ritual selamatan massal yang digelar warga asli Kemiren dimaksudkan sebagai
ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keberkahan yang diterima selama
ini.
Sesepuh ritual adat Desa Kemiren, Suhaimi menjelaskan, tradisi yang sudah tahunan ini ini diawali dengan ritual Mepe Kasur.
Beramai-ramai warga menjemur kasur di sepanjang depan rumah masing-masing, dari pagi hari
hingga menjelang sore.
Hanya
saja, kasur yang dijemur juga bukan
sembarang kasur. Namun kasur khas warga Kemiren, yang cirinya berwarna hitam
dan merah. Masyarakat Using ini meyakini dengan mengeluarkan kasur dari dalam
rumah dapat membersihkan diri dari segala penyakit.
“Begitu
matahari terbit, kasur akan segera dikelurakan dan di-pepe di depan
rumah setiap orang, sambil membaca doa dan memercikkan air bunga di halaman.
Penjemuran ini dari jam 07.00 hingga pukul 14.00, sebelum Ashar dimasukkan kembali,”
tutur Suhaimi.
Bagi pengunjung yang hadir di acara Mepe kasur tersebut, juga bisa menikmati jajanan khas Kemiren, seperti
pisang goreng telur, kucur, cenil, tape ketan khas Using, hingga kuliner rujak
Soto dan pecelan.
Tepat
pukul 14.00, usai warga memasukkan kasurnya akan dilakukan arak-arakan Barong
mengelilingi desa, setelah sebelumnya
sesepuh desa melakukan ziarah ke makam leluhur Desa Kemiren, Buyut Cili.
“Rritual ini akan diteruskan dengan menggelar selamatan Tumpeng Sewu. Setiap
rumah warga Using mengeluarkan minimal satu tumpeng yang diletakkan di depan
rumahnya,”
papar Suhaimi.
Tumpeng ini adalah nasi dalam bentuk kerucut
dengan lauk pauk khas Using, yakni pecel pithik (ayam panggang dibalut parutan
kelapa).
Sesudah Adzan Maghrib
Ritual Tumpeng Sewu akan dimulai sesudah adzan maghrib, di mana akan
digelar salat berjamaah di Masjid Nur Huda.
Sebelum makan tumpeng sewu, warga akan
diajak berdoa agar warga Desa Kemiren dijauhkan dari segala bencana dan sumber
penyakit.
“Ritual tumpeng sewu diyakini merupakan selamatan tolak
bala. Sebab itulah warga Using menjaga tradisi itu hingga turun menurun. Juga
"ngarak barong" sebagai simbol penjaga Desa Kemiren," urai Suhaimi.
Usai
salat berjamaah, akan dilanjutkan penyalaan oncor
ajug-ajug (obor bambu berkaki empat) dari ujung jalan desa sebagai penerang
jalan. Uniknya, api pertama penyalaan obor ritual ini diambil dari api biru
(blue fire) Gunung Ijen.
Setelah obor dihidupkan, seluruh warga akan
menggelar tumpengnya di depan rumah masing-masing, untuk dimakan bersama-sama.
Tumpeng
yang disuguhkan setiap warga nantinya berbentuk kerucut yang memiliki makna
petunjuk untuk mengabdi kepada Sang Pencipta, di samping kewajiban untuk
menyayangi sesama manusia dan lingkungan alam.
Sementara pecel pithik sebagai lauk
pelengkap mengandung pesan moral yang tinggi, yakni "ngucel-ucel barang
sithik". Diartikan mengajak orang berhemat dan bersyukur dengan apa yang
telah dimilikinya.
Ritual
yang digelar setiap tahun ini selalu dihadiri ribuan warga Banyuwangi. Setiap
pengunjung yang datang dipersilahkan untuk menikmati hidangan, karena sudah
menjadi tradisi warga Using Kemiren untuk menjamu setiap tamu yang datang.