Rabu, 16 November 2016

2016 Tahun Terpanas dalam Sejarah



Salam X-Kars

Radar Besuki (Rabi)

Sepanjang 2016 merupakan tahun terpanas mengalahkan rekor tahun lalu. Penyebab utama kenaikan suhu tersebut ialah fenomena El Nino 2015 yang sangat kuat. Akibatnya, di daratan terjadi kekeringan dan rentan terhadap kebakaran hutan serta lahan.


Demikian hasil pengamatan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) terhadap kondisi cuaca global, seperti dilaporkan wartawan Media Indonesia Richaldo Y Hariandja dari Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP) Ke- 22 di Marrakesh, Maroko."Emisi yang dihasilkan dari kebakaran tersebut menumpuk di udara dan menyebabkan temperatur panas yang tinggi," kata Sekretaris Jenderal WMO Peteri Taalas di sela konferensi, Senin 14 November, waktu setempat.

Kenaikan temperatur yang terjadi pada 2016, lanjutnya, lebih tinggi 1,2 derajat celsius ketimbang pada masa revolusi industri di 1750-1850.

Sementara itu, jika dibandingkan dengan era 1960-1990 yang dijadikan referensi, terjadi kenaikan 0,88 derajat celsius dari 14 derajat celsius yang dijadikan baseline. Dengan demikian, tambah Taalas, kenaikan suhu tersebut nyaris menyentuh target kenaikan suhu dunia yang hendak ditahan di 1,5 hingga 2 derajat celsius seperti yang disepakati dalam Kesepakatan Paris (Paris Agreement).

Di sisi lain, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan dunia mengapresiasi kebijakan dan langkah operasional Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Apresiasi terhadap Indonesia disampaikan para delegasi dari berbagai negara pada pertemuan negosiasi, dan ajang parallel event yang digelar selama penyelenggaraan COP Ke-22.
"Apresiasi diberikan kepada kita karena adanya kebijakan-kebijakan dan langkah-langkah operasional untuk pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK)," kata Siti di Paviliun Indonesia.

Pada konferensi yang berlangsung 7-18 November 2016 itu, lanjutnya, setiap negara menyampaikan target penurunan emisi GRK, yang bertujuan menjaga kenaikan suhu global tetap di bawah 2 derajat jika dibandingkan dengan masa praindustri atau sekitar abad ke-18.
"Sepanjang 2016, Indonesia telah banyak menelurkan kebijakan serta langkah operasional penurunan emisi yang berdampak langsung. Salah satu kebijakan operasional tersebut ialah moratorium dan restorasi gambut, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, serta mitigasi deforestasi hutan di Indonesia. Semua kebijakan dan langkah operasional itu berindikator jelas sehingga dampaknya terukur, terpantau, dan dapat diverifikasi," jelas Menteri LHK. (rabi)