Rabu, 16 November 2016

Retorika "Kasus" Ahok Menuju Pilgub DKI




Salam X-Kars

Radar Besuki (Rabi) 


Jika Jadi Tersangka, Ahok tak Otomatis Batal Jadi Cagub

Basuki Tjahaja Purnama tengah menjadi sorotan publik. Musababnya, pria yang disapa Ahok itu tersandung kasus dugaan penistaan agama.
Banyak pihak yang berspekulasi, jika Ahok menjadi tersangka, maka dirinya batal menjadi calon gubernur DKI Jakarta pada Pilkada DKI 2017. Namun, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta menegaskan, jika status tersangka tersemat kepada Ahok bukan berarti akan gugur menjadi calon gubernur."Tidak otomatis gugur," ungkap Ketua Bawaslu DKI Jakarta Mimah Susanti saat ditemui di kantornya, Jalan Danau Agung, Sunter, Jakarta Utara, Selasa (15/11/2016).
Menurut Mima, ada tiga hal yang bisa membatalkan seorang calon gubernur. Pertama, jika dirinya terbukti melanggar politik uang yang terstruktur, sistematis, dan masif.
Kedua, jika pasangan calon ataupun tim kampanye mengeluarkan iklan kampanye di luar jadwal yang sudah ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Terakhir, jika ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap."Karena itu, kita tunggu saja proses hukum yang sedang berlangsung," tutur Mimah.
Sementara itu, soal isu penguduran diri Ahok dan penarikan dukungan dari partai pengusung, Mimah menyebut perlu berhati-hati. Sebab, ada ketentuan yang melarang kedua hal itu."Kalau mengundurkan diri ada ketentuannya. Didenda. Itu berlaku juga untuk partai politik," tegas dia.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 pasal 191 ayat 1 yang berbunyi; Calon Gubernur, Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati, Calon Wakil Bupati, Calon Wali Kota, dan Calon Wakil Wali Kota yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan pasangan calon sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan dan denda paling sedikit Rp 25.000.000.000 (Rp25 miliar) dan paling banyak Rp50.000.000.000 / Rp50 miliar. (rabi)
Bareskrim “Godok” Kasus Terlapor Ahok
Bareskrim Polri akan mengumumkan status laporan dugaan penistaan agama dengan terlapor Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Polri memastikan keputusan penentuan status hukum atas kasus Ahok dilakukan berdasarkan gelar perkara. "Jadi yang disampaikan berkaitan dengan kesimpulan dalam proses penyelidikan. Jadi opsinya dua saja, dapat dinaikkan statusnya atau tidak. Kalau tidak (naik) diterbitkan surat pemberhentian penyelidikan. Jika ada bukti kuat untuk dilakukan penyidikan, jadi kasus akan dinaikkan dari penyelidikan akan menjadi penyidikan kasus tersebut," kata Kadiv Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (16/11/2016).

Menurut Boy Rafli, gelar perkara pada Selasa (15/11) cukup dinamis. Sejumlah ahli dari pihak terlapor, pelapor dan Polri ikut dalam gelar perkara.
"Secara subtansi kita melihat ada pandangan dari masing-masing sesuai keahlian bidang masing-masing. Berwarna-warni, berbeda-beda jadi kita tunggu keputusan penyidik dari hasil pemeriksaan ahli terdahulu atau yang disampaikan saat gelar perkara," kata Boy.

Dalam penyelidikan, Ahok sudah dua kali menjalani pemeriksaan dengan total 40 pertanyaan yang diajukan penyelidik. Sambutan Ahok yang kini jadi kontroversi terkait penyebutan surat Al Maidah dilakukan saat berkunjung ke Kepulauan Seribu dalam sosialisasi program pengembangan perikanan oleh warga. (rabi)
Ahok Jadi ‘Tersangka’ Positif Bagi Paslon Lain
Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa Abdul Kadir Karding mengatakan, penetapan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka akan mengubah konstelasi politik. Menurut dia, dampaknya juga akan memberikan keuntungan bagi pasangan calon lainnya. "Itu proses politik biasa saja. Artinya itu keuntungan-keuntungan politik," kata Karding di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 16 November 2016.
Meskipun penetapan Ahok sebagai tersangka ini memberikan keuntungan politik, tapi hasilnya tetap bergantung pada kecanggihan masing-masing tim sukses. "Pasti (ada yang diuntungkan). Namanya tersangka," kata Karding.

Senada dengan Karding, pada kesempatan terpisah Wakil Sekretaris Jenderal PKB Jazilul Fawaid juga menilai, pasti ada keuntungan bagi partai yang mengusung kandidat lain. "Saya yakin Ahok tersangka atau tidak pasti kalah karena bertentangan dengan arus publik yang besar. Mulutnya tidak cocok dengan kultur. Ahok pun belum bersalah tapi pasti berefek tapi tinggal tunggu bukti buktinya di pengadilan," kata Jazilul.
Sebelumnya, mantan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrat Cilacap, Tridianto mengungkapkan, bahwa gelar perkara yang kemudian melahirkan status tersangka membuat Ahok makin tersudut secara hukum. Sementara secara politik elektabilitasnya makin turun, apalagi penolakan terhadapnya juga makin meluas. Namun, merosotnya Ahok dinikmati oleh Agus, bukan Anies.
"Saya lihat Anies tidak punya strategi kampanye yang menarik. Tim kampanye Anies kalah kreatif dengan Agus. Siapa dulu sutradara besarnya? Ya, Pak SBY yang sudah berpengalaman," kata orang dekat mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum tersebut. (rabi)
Ahok Tersangka, Masyarakat Lega
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra, Fadli Zon menilai, penetapan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka sudah sesuai dengan keadilan hukum dan sudah mewakili rasa keadilan masyarakat. "Saya rasa ini tidak perlu bertele-tele seperti sekarang karena sudah ada yurispridensinya," kata Fadli di gedung DPR, Jakarta, Rabu 16 November 2016.

Menurutnya, sudah cukup banyak juga ahli-ahli yang menyatakan soal adanya dugaan penistaan agama tersebut. Begitu pun dengan fatwa MUI yang selama ini menjadi rujukan. Sehingga seharusnya tidak perlu ada kegaduhan yang luar biasa yang menguras energi. "Sudah jelas Ahok melakukan penistaan agama dan sudah mengganggu. Masyarakat cukup lega dengan adanya rasa keadilan hukum dalam proses ini dan jangan sampai ada rekayasa-rekayasa lagi, jangan ada ruang dan celah dari yurispridensinya yang ada," kata Fadli.
Sebelumnya, setelah melakukan gelar perkara terbuka, Kepolisian akhirnya menetapkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. (rabi)

PBNU Ajak Warga Berdoa Ketimbang Unjuk Rasa

Ditetapkannya Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama dinilai sebagai itikad baik Kepolisian. Pengurus Besar Nahdlathul Ulama (PBNU) meminta masyarakat menghormati proses hukum yang berjalan.
"Tanggal 25 yang bisa kita lakukan adalah doa bersama di masjid untuk keselamatan bangsa," kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlathul Ulama (PBNU) Helmy Faishal di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (16/11/2016).
Helmy meminta seluruh pihak menjaga situasi damai dan kondusif. Tak hanya pemuka agama, tapi juga tokoh politik diminta menenangkan masyarakat agar kejadian yang tak diinginkan tak terjadi. Helmy sadar, Pilkada DKI Jakarta menjadi acuan nasional. PBNU, kata dia, meminta seluruh masyarakat ikut aktif membangun suasana yang kondusif demi terlaksananya pilkada, khususnya DKI Jakarta."Kita harapkan tidak ada kekerasan, baik fisik maupun verbal," kata dia.
Selain menetapkan Ahok sebagai tersangka, polisi juga mencegah Ahok ke luar negeri. Penyidik mengambil kesimpulan setelah gelar perkara, Selasa 15 November.

Kepala Bareskrim Komjen Ari Dono mengatakan, ada perbedaan pendapat sangat tajam di kalangan ahli terkait ada tidaknya unsur niat menistakan agama oleh Ahok. Hal ini menyebabkan terjadi perbedaan pendapat di tim penyidik yang jumlahnya sebanyak 27 orang.
Dia mengatakan, setelah diskusi dicapai kesepakatan meski tidak bulat, namun didominasi yang menyatakan perkara harus diselesaikan di peradilan terbuka. Konsekuensinya proses hukum kasus ini dilanjutkan ke penyidikan. (rabi)


PBNU Sarankan 25 November Diisi Doa Bersama
Penetapan tersangka kasus dugaan penodaan agama terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama dinilai sebagai itikad baik Kepolisian. Pengurus Besar Nahdlathul Ulama (PBNU) pun meminta masyarakat bisa menghormati proses hukum yang berjalan.
"Tanggal 25 mungkin yang bisa kita lakukan adalah doa bersama di masjid untuk keselamatan bangsa," kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlathul Ulama (PBNU) Helmy Faishal di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (16/11/2016).
Helmy meminta seluruh pihak saling menjaga agar situasi damai dan kondusif. Tak hanya pemuka agama, tapi juga tokoh politik diminta menenangkan masyarakat agar kejadian yang tak diinginkan tak terjadi.
Helmy sadar, Pilkada DKI Jakarta menjadi acuan nasional. PBNU, kata dia, meminta seluruh masyarakat ikut aktif membangun suasana kondusif demi terlaksananya pilkada, khususnya DKI Jakarta. "Kita harapkan tidak ada kekerasan, baik fisik maupun verbal," kata dia.

Badan Reserse dan Kriminal Polri menetapkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Polisi juga mencegah Ahok ke luar negeri. Penyidik mengambil kesimpulan setelah gelar perkara, Selasa 15 November.
Kepala Bareskrim Komjen Ari Dono mengatakan, ada perbedaan pendapat sangat tajam di kalangan ahli terkait ada tindaknya unsur niat menistakan agama oleh Ahok. Hal ini menyebabkan terjadi perbedaan pendapat di tim penyidik yang jumlahnya sebanyak 27 orang.
Dia mengatakan, setelah diskusi dicapai kesepakatan meski tidak bulat, namun didominiasi yang menyatakan perkara harus diselesaikan di peradilan terbuka. Konsekuensinya proses hukum kasus ini dilanjutkan ke penyidikan. (rabi)

Ormas Islam Sepakat tak Lakukan Demo Lanjutan

Kumpulan Ormas Islam sepakat tidak melakukan unjuk rasa lanjutan terkait kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur nonaktif Basuki `Ahok` Tjahaja Purnama. Namun, ormas Islam tetap akan mengawal proses hukum kasus Ahok.

Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Muhammad Siddik mengatakan, aksi unjuk rasa yang direncanakan digelar pada 25 November tak perlu dilakukan. Sebab penetapan Ahok sebagai tersangka dugaan penistaan agama sudah sesuai tuntutan para pedemo."Kami akan melakukan pengawalan hukum untuk Ahok. Kami tidak memilih demo," kata Siddik saat konferensi pers Silaturahmi Organisasi Lembaga Islam (Soli) di Gedung Pusat Dakwah Muhamadiyah di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (16/11/2016).

Siddik mengungkapkan, aksi 4 November kemarin merupakan reaksi masyarakat karena proses hukum Ahok berjalan lambat. Siddik juga mengapresiasi Presiden Joko Widodo tidak mengintervensi kasus calon gubernur petahana itu. "Tapi kemarin, polisi sudah melakukan gelar perkara, kami hadir sangat fair, Presiden tidak mengintervensi," ucap dia.

Hal serupa diungkapkan Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin. Din menyarankan masyarakat tetap tenang dan tidak melakukan unjuk rasa lagi.
"Mohon kepada umat Islam, kita sambut proses ini dan kawal, mohon tidak ada gangguan. Rencana (demo) 25 November mendatang, simpan dulu energi karena perjuangan masih panjang, mari kita ambil hikmahnya," kata Din.

Bareskrim Polri menetapkan Ahok sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Polisi juga mencegah Ahok ke luar negeri. Ahok disangkakan Pasal 156a KUHP juncto Pasal 28 ayat 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penyidik mengambil kesimpulan setelah gelar perkara, Selasa 15 November.

Kepala Bareskrim Komjen Ari Dono mengatakan, ada perbedaan pendapat sangat tajam di kalangan ahli terkait ada tindaknya unsur niat menistakan agama oleh Ahok. Hal ini menyebabkan terjadi perbedaan pendapat di tim penyelidik yang jumlahnya 27 orang.
Dia mengatakan, setelah diskusi dicapai kesepakatan meski tidak bulat, namun didominiasi pendapat yang menyatakan perkara ini harus diselesaikan di peradilan terbuka. Konsekuensinya, proses penyelidikan dilanjutkan ke penyidikan.
"Dengan menetapkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka dan melakukan tindakan pencegahan untuk tidak meninggalkan wilayah Republik Indonesia," kata Kabareskrim di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. (rabi)