Bhineka Tunggal Ika jika diterjemahkan per patah kata, kata bhinneka berarti “beraneka ragam” atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti “macam” dan menjadi pembentuk kata “aneka” dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan
“Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada
hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini
digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya,
bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Rwāneka dhātu winuwus Buddha Wiswa, Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen,
Mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.
Terjemahan:
Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda.
Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali?
Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal
Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.
2. Sejarah Bhinneka Tunggal Ika
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa
ditemukan dalam Kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang ditulis pada abad
XIV pada era Kerajaan Majapahit. Mpu Tantular merupakan seorang
penganut Buddha Tantrayana, namun merasakan hidup aman dan tentram dalam
kerajaan Majapahit yang lebih bernafaskan agama Hindu (Ma’arif A.
Syafii, 2011). Bhinneka Tunggal Ika mulai menjadi bahan diskusi
terbatas antara Muhammad Yamin, I Gusti Bagus Sugriwa, dan Bung Karno di
sela-sela sidang BPUPKI sekitar 2,5 bulan sebelum Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia(Kusuma R.M. A.B, 2004). Bahkan Bung Hatta sendiri
mengemukakan bahwa Bhinneka Tunggal Ika merupakan ciptaan Bung Karno
pasca Indonesia merdeka. Setelah beberapa tahun kemudian ketika
mendesain Lambang Negara Republik Indonesia dalam bentuk burung Garuda
Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika disisipkan ke dalamnya. Secara
resmi lambang ini digunakan dalam Sidang Kabinet Republik Indonesia
Serikat yg dipimpin oleh Bung Hatta pada tanggal 11 Februari 1950
berdasarkan rancangan yang diciptakan oleh Sultan Hamid ke-2
(1913-1978). Pada sidang tersebut mengemuka banyak usulan rancangan
lambang negara, selanjutnya yang dipilih adalah usulan yang diciptakan
Sultan Hamid ke-2 & Muhammad Yamin, dan kemudian rancangan dari
Sultan Hamid yang akhirnya ditetapkan (Yasni, Z, 1979). Karya Mpu
Tantular tersebut oleh para founding fathers diberikan penafsiran baru
sebab dianggap sesuai dengan kebutuhan strategis bangunan Indonesia
merdeka yang terdiri atas beragam agama, kepercayaan, etnis, ideologi
politik, budaya dan bahasa. Dasar pemikiran tersebut yang menjadikan
semboyan “keramat” ini terpajang melengkung dalam cengkeraman kedua
cakar Burung Garuda. Burung Garuda dalam mitologi Hindu ialah
kendaraanDewa Vishnu (Ma’arif A. Syafii, 2011).
Dalam proses perumusan konstitusi
Indonesia, jasa Muh.Yamin harus diingat sebagai orang yang pertama kali
mengusulkan kepada Bung Karno agar Bhinneka Tunggal Ika dijadikan
semboyan sesanti negara. Muh. Yamin sebagai tokoh kebudayaan dan bahasa
memang dikenal sudah lama bersentuhan dengan segala hal yang berkenaan
dengan kebesaran Majapahit (Prabaswara, I Made, 2003). Konon, di
sela-sela Sidang BPUPKI antara Mei-Juni 1945, Muh. Yamin menyebut-nyebut
ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu sendirian. Namun I Gusti Bagus
Sugriwa (temannya dari Buleleng) yang duduk di sampingnya sontak
menyambut sambungan ungkapan itu dengan “tan hana dharma mangrwa.”
Sambungan spontan ini di samping menyenangkan Yamin, sekaligus
menunjukkan bahwa di Bali ungkapan Bhinneka Tunggal Ika itu masih hidup
dan dipelajari orang (Prabaswara, I Made, 2003). Meksipun Kitab Sutasoma
ditulis oleh seorang sastrawan Buddha, pengaruhnya cukup besar di
lingkungan masyarakat intelektual Hindu Bali.
Para pendiri bangsa Indonesia yang
sebagian besar beragama Islam tampaknya cukup toleran untuk menerima
warisan Mpu Tantular tersebut. Sikap toleran ini merupakan watak dasar
suku-suku bangsa di Indonesia yang telah mengenal beragam agama,
berlapis-lapis kepercayaan dan tradisi, jauh sebelum Islam datang ke
Nusantara. Sekalipun dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit abad XV,
pengaruh Hindu-Budha secara politik sudah sangat melemah, secara
kultural pengaruh tersebut tetap lestari sampai hari ini (Ma’arif A.
Syafii, 2011).
3. Bhinneka Tunggal Ika dalam Konteks Indonesia
Indonesia beruntuk telah memiliki
falsafah bhinneka tunggal ika sejak dahulu ketika negara barat masih
mulai memerhatikan tentang konsep keberagaman.
Indonesia merupakan negara yang
sangat kaya akan keberagaman. Jika dilihat dari kondisi alam saja
Indonesia sangat kaya akan ragam flora dan fauna, yang tersebar dari
ujung timur ke ujung barat serta utara ke selatan di sekitar kurang
lebih 17508 pulau. Indonesia juga didiami banyak suku(sekitar kurang
lebih 1128 suku) yang menguasai bahasa daerah masing-masing(sekitar 77
bahasa daerah) dan menganut berbagai agama dan kepercayaan. Keberagaman
ini adalah ciri bangsa Indonesia. Warisan kebudayaan yang berasal dari
masa-masa kerajaan hindu, budha dan islam tetap lestari dan berakar di
masyarakat. Atas dasar ini, para pendiri negara sepakat untuk
menggunakan bhinneka tunggal ika yang berarti “berbeda-beda tapi tetap
satu jua” sebagai semboyan negara.
Bangsa Indonesia sudah berabad-abad
hidup dalam kebersamaan dengan keberagaman dan perbedaan. Perbedaan
warna kulit, bahasa, adat istiadat, agama, dan berbagai perbedaan
lainya. Perbedaan tersebut dijadikan para leluhur sebagai modal untuk
membangun bangsa ini menjadi sebuah bangsa yang besar. Sejarah mencatat
bahwa seluruh anak bangsa yang berasal dari berbagai suku semua terlibat
dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Semua ikut berjuang dengan
mengambil peran masing-masing. Kesadaran terhadap tantangan dan
cita-cita untuk membangun sebuah bangsa telah dipikirkan secara mendalam
oleh para pendiri bangsa Indonesia. Keberagaman dan kekhasan sebagai
sebuah realitas masyarakat dan lingkungan serta cita-cita untuk
membangun bangsa dirumuskan dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Ke-bhinneka-an merupakan realitas sosial, sedangkan ke-tunggal-ika-an
adalah sebuah cita-cita kebangsaan. Wahana yang digagas sebagai
“jembatan emas” untuk menuju pembentukan sebuah ikatan yang merangkul
keberagaman dalam sebuah bangsa adalah sebuah negara yang merdeka dan
berdaulat, Indonesia. Para pendiri negara juga mencantumkan banyak
sekali pasal-pasal yang mengatur tentang keberagaman. Salah satu pasal
tersebut adalah tentang pentingnya keberagaman dalam pembangunan
selanjutnya diperkukuh dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebagaimana
tercantum dalam ketentuan Pasal 36A Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menegaskan bahwa Lambang Negara ialah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika
merupakan semboyan yang mengungkapkan persatuan dan kesatuan yang
berasal dari keanekaragaman.
4. Makna Bhinneka Tunggal Ika
Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga
terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu Burung Garuda
Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah pita yang
bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula
diartikan : Berbeda-beda tetapi tetap satu itu. Bhinneka Tunggal Ika
dalam Persatuan Indonesia mengandung makna bahwa walaupun bangsa
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki
kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya
merupakan suatu persatuan. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah
negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun 1951
tentang lambang Negara Republik Indonesia, yang diundangkan tanggal 28
Nopember 1951, dan termuat dalam Lembaran Negara No. II tahun 1951.
Makna Bhinneka Tunggal Ika yaitu meskipun bangsa dan negara Indonesia
terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan
adat istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah
Negara Indonesia namun keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan
yaitu bangsa dan negara Indonesia. Keanekaragaman tersebut bukanlah
merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru keanekaragaman itu
dapat memperkaya khasanah bangsa yang jika dibina akan memperkokoh
kekuatan bangsa. Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan negara
Indonesia sebagai dasar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan
Indonesia,dimana kita haruslah dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari yaitu hidup saling menghargai antara masyarakat yang satu
dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat
istiadat, warna kulit dan lain-lain.Indonesia merupakan negara kepulauan
yang terdiri dari beribu-ribu pulau dimana setiap daerah memiliki adat
istiadat, bahasa, aturan, kebiasaan dan lain-lain yang berbeda antara
yang satu dengan yang lainnya tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga
Bhinneka Tunggal Ika pastinya akan terjadi berbagai kekacauan di dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dimana setiap orang akan hanya
mementingkan dirinya sendiri atau daerahnya sendiri tanpa perduli
kepentingan bersama. Bila hal tersebut terjadi pastinya negara kita ini
akan terpecah belah. Oleh sebab itu marilah kita jaga Bhinneka Tunggal
Ika dengan sebai-baiknya agar persatuan bangsa dan negara Indonesia
tetap terjaga dan kita pun haruslah sadar bahwa menyatukan bangsa ini
memerlukan perjuangan yang panjang yang dilakukan oleh para pendahulu
kita dalam menyatukan wilayah republic Indonesia menjadi negara
kesatuan. (cover by Eabi)