Minggu, 11 Desember 2016

Kisah Nyata Manusia Kandang Asal Probolinggo

Probolinggo, Rabi
Di Kabupaten Probolinggo, masih terdapat warga yang berada dibawah garis miskin. Ironisnya, keluarga miskin ini hidup di kandang sapi selama 4 tahun. Adalah Ngati (30) warga Dusun Pojok 1, Desa Pandan Sari, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo.www.radarbesuki.com
Tempat tinggal Ngati sendiri berada di belakang rumah warga. Kandang sapi berukuran 3 x 4 meter, tempat tinggal dan dibuat tempat tidur sehari-harinya. Di ruangan pengap tanpa aliran listrik itu, Ngati tinggal bersama anaknya, Anggara, bocah 12 tahun.

Dalam kandang sapi yang beralas tanah, atap seng penuh lubang itu, hanya ada satu tempat tidur yang berukurang 1x 1,5 meter. Tempat tidur tanpa kasur itulah yang biasa digunakan untuk tidur bersama anaknya. Selain itu, ada juga di bagian tepi tempat rumput makanan sapi.
Ngati pun menceritakan, dirinya bersama suami Bambang (38) dan anaknya sudah sekitar 4 tahun lamanya tinggal di kandang sapi. Itupun kandang sapi yang ditempat itu, bukan miliknya sendiri, tetapi numpang lahan milik saudaranya yang memang juga tak mampu membantu banyak. “Terpaksa harus tinggal di kandang sapi ini, karena sebelumnya kami numpang tinggal ke tetangga. Kami merasa malu jika terus-terusan numapang, jadi kami memilih tinggal di kandang ini,”tutur Ngati, saat ditemui tempat tinggalnya, Kamis (8/12/2016).

Ngati mengaku, kondisi keluarganya yang terhimpit perekonomian harus kuat menjalani semuanya. Termasuk anaknya, Anggara yang kini sudah usia 12 tahun, harus putus sekolah saat duduk di bangku kelas I dulu. www.radarbesuki.com
Sejauh ini, dirinya hanya bisa mencari mata pencaharian dari buruh macul tiap harinya dapat upah sekitar Rp 25 ribu. Dengan penghasilan segitu, hanya cukup untuk makan. ”Anak saya tidak sekolah, karena kami sudah tidak mampu lagi untuk membiayainya. Mulai sekarang anak saya diajari kerja bantu saya,”akunya.
Ketika hujan malam hari, kata Ngati, dirinya harus rela tidak tidur. Sebab, atap kandang yang terbuat dari seng itu banyak yang bocor. ”Ya, duduk di pinggir agar tidak kena hujan,”keluhnya.
Diketahui, keberadaan Bambang, suaminya. Beberapa hari lalu ditahan oleh Polsek Sumber. Karena mencuri satu pohon pinus milik perhutani. Padahal, kayu tumbang kena angin itu diambil, bukan untuk dijual. Tetapi, untuk penyangga buat rumah. “Suami saya ditahan Polisi, karena dituduh mencuri kayu pinus, padahal kayu itu, rencana buat penyanggah kandang ini. Saya sekarang hanya hidup bersama anak saya ini. Bingung saya mas, ditinggal suami,”keluhya lagi.
Sementara itu, kepala Desa  Pandan Sari, Tiyarso mengatakan, dirinya baru mengetahui ada warganya yang sudah lama tinggal di kandang sapi. Sebab, dirinya berpikir Bambang dan Ngati masih muda dan bekerja sebagai buruh tani tiap hari. Beberapa waktu kemudian, warga Desa Pandansari, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo ini, akhirnya tampak mengeluarkan sennyumannya. Setelah, Bambang (38) suaminya yang ditahan polisi dengan tuduhan mencuri kayu pinus milik perhutani setempat, di bebaskan, Kamis (8/12) malam.

Bambang, suami Ngati di bebaskan dari tahanan Polsek Sumber, setelah Kapolres Probolinggo Kapolres Probolinggo, AKBP Arman Asmara Syarifuddin, mendatangi kediaman Ngati, dan memimpin mediasi di Mapolsek Sumber, dari pihak perhutani (pelapor) dengan terlapor Bambang, yang diwakili Tiyaraso, Kades Pandansari, agar mencabut berkas laporan itu.
Selanjutnya, pihak perhutani akhirnya menyetujui permintaan pencabutan berkas laporan itu, setelah dilakuka mediasi secara kekeluargaan. "Kita sepakat melepas saudara Bambang, dengan pertimbangan diadakannya restorative justice sebagai upaya penegakkan hukum sesuai dengan surat edaran mahkamah agung (Sema) nomor 2 tahun 2012 yang mengatur tentang penyelesaian perkara dengan kerugian materil dibawah Rp 2,5 juta, dilakukan secara kekeluargaan," papar Kapolres Arman.
Di saksikan Kapolsek dan sejumlah pihak terkait lainnya, Bambang akhirny resmi dipulangkan. Tangis haru pun pecah seketika itu. Ngati langsung memeluk dan mencium suaminya, karena akan dipulangkan. Sementara Bambang mengaku, menyesali perbuatannya, karena telah mencuri pohon pinus milik perhutani. Dirinya tidak tahu kalau pohon itu milik perhutani. Pohon itu oleh Bambang, untuk penyanggah kandang sapi yang ditempati bersama keluarganya."Saya mohon maaf atas ketidak tahuan saya, tapi saya sama sekali tidak ada niatan mencuri," ungkap Bambang, dihadapan polisi dan wartawan.
Ngati, tampak sumringah karena suaminya bisa pulan dan kembali berkumpul dengan keluarganya meski di kandang sapi. "Senang sekali suami saya bisa pulang dan berkumpul lagi dengan saya dan anak. ,"tandas Ngati.
Namun sayang, senyum Ngati (30) yang tinggal di kandang sapi, ternyata tak berlangsung lama. Ngati, sempat tersenyum setelah Bambang (35) suaminya dibebaskan dari tahanan sel Mapolsek Sumber, Kabupaten Probolinggo, pada Kamis (9/12) malam kemarin, atas kasus tuduhan mencuri sebatang kayu pinus milik Perhutani. Ngati kini kembali dirundung kesedihan. Pasalnya, pasangan suami istri (pasutri) ini dipastikan kehilangan ternak sapi yang selama ini dirawat bersama suaminya. Sapi yang bukan milik sendiri itu, telah diambil oleh pemiliknya. Pasutri ini hanya mengambil hasil merawat sapi milik tetangganya itu.
Selain itu, kehidupan pasutri bersama seorang anaknya ini, ternyata masih terbelit hutang sebesar Rp 22 juta, ke seorang juragan tani untuk biaya operasi cesar putra pertamanya, yang sudah meninggal. Saat ini, Ngati hanya merapikan tempat tidur, hingga membersihkan kandang dari kotoran sapi yang dirawat sebelumnya dan terlihat sisa rumput pakan sapi di dalam kandang dan tempat tidur mereka.“Rencananya kami pelihara sapi milik tetangga itu untuk nyicil hutang kami, setelah dapat bagian dari anak sapi itu. Tapi sekarang sapi itu sudah diambil oleh pemiliknya. Kami mau cari rejeki lain saja,”tutur Ngati, saat ditemui dirumahnya, Jumat (9/12).
Pemilik sapi terpaksa mengambil sapi yang dia rawat bersama suaminya, karena suami ditahan polisi selama 3 hari kemarin. Atas keputusan tersebut, Ngati tak bisa berbuat banyak dan hanya bisa pasrah.“Sapinya diambil takut kurang makan kata yang punya, karena suami saya waktu itu masih ditahan polisi, pemiliknya khawatir tidak ada yang mencarikan rumput,”jelasnya.
Hanya dengan menjadi buruh macul kata Ngati, yang bisa menyambung hidupnya sehari-hari dengan upah Rp 25 ribu perhari. Dan hanya cukup dimakan dalam 1 hari saja. Sedangkan saudaranya pun tidak bisa berbuat apa-apa, karena kondisi ekonominya juga tak memungkinkan.
Perlu diketahui untuk sampai kerumah Ngati, di Dusun Pojok 1, Desa Pandansari, Kecamatan Sumber, yang terkenal dengan hasil pertanian kentang itu memerlukan waktu sekitar 3 jam dari arah jalur pantura Probolinggo. Karena letak tinggalnya berada di puncak pegunungan menuju puncak B 29 alias negeri diatas awan di Kabupaten Probolinggo. (Fir/har/rabi)