Sabtu, 24 Desember 2016

Natalan Dengan Linangan Air Mata

www.radarbesuki.com
                          Oleh : Tjitadinata Efendi

“ Paa. Maa.. sudah dekat Natal yaa.. kita beli kue yaaa “ kata putra kami, yang pada waktu itu baru satu. Sejak pulang dari sekolah ,wajahnya sangat ceria. Karena tadi disekolah bu guru menceritakan tetang perayaan Natal ,yang dirayakan diseluruh dunia. “Perayaan Natal” bagi anak anak ,adalah identic dengan pesta besar. Ada kue kue aneka ragam dan berbagai minuman serta ice cream. Putra kami tidak bersalah apa apa, kalau ia juga ikut bergembira, membayangkan bahwa papa mamanya akan menyediakan kue kue ,untuk menyongsong perayaan Natal. 

Kami berdua hanya mampu saling pandang .Dan tanpa terasa ,ada sesuatu yang hangat mengalir dari mata kami dan jatuh menetes di lantai. Putra kami tersentak dan merasa sangat bersalah. Cepat cepat kami memeluknya erat erat. Untuk sesaat, tak ada sepatah kata hiburan yang terucapkan..Seakan tenggorokan kami berdua terkunci rapat rapat. Baru setelah mampu menguasai diri, saya berbisik lirih ketelinga putra kami :” Sayang,kita tetap rayakan Natal, tapi tidak ada kue ,karena papa mama belum ada uang untuk beli kue. 

Tapi dalam beberapa hari ini, bila banyak barang yang masuk, berarti papa akan banyak dapat pekerjaan bongkar muat barang, kita akan dapat beli kue ya sayang” Putra kami menatap wajah saya dengan pandangan mata sedih. Tak kuasa saya membalas tatapan anak yang baru duduk dikelas 1 SD. Ada rasa penyesalan dan rasa bersalah yang mendalam,kenapa saya tidak bisa bekerja lebih keras lagi ,untuk mengubah nasib kami. Sehingga anak kami tidak harus merayakan Natal dengan air mata berlinang. Kue Lelang Namun hari hari mendekati Natal berlalu, tanpa ada uang tambahan yang masuk. 

Padahal dengan kondisi tubuh yang masih sempoyongan karena tulang rusuk yang retak bekas jatuh dari bongkar barang di bus, masih belum pulih.saya memaksa diri untuk berkerja sebagai buruh bongkar muat. Karena kedai yang merangkap tempat tinggal kami, yang digunakan untuk jualan kelapa, hanya sampai jam 11 pagi. Selanjutnya,kedai saya tutup dan kerja serabutan Sementara istri saya pergi mengajar. 

Hingga pada tanggal 24 Desember, hanya tersisa uang beberapa rupiah, yang tidak cukup untuk membeli kue kue.. Syukurlah pada sekitar jam 2 sore, ada penjual kue,yang menjajakan kue lelang, yang harganya setengah harga kue . Dengan sisa uang yang ada, saya beli kue lelang beberapa potong ,yakni kue pinukuk dan kue mangkuk. Hari itu putra kami sangat gembira, karena ada kue diatas meja..Kue Natal, walaupun kue lelang…….. Iri Hati Pada Tuhan Malam itu, kami bertiga ke gereja. Gerja penuh sesak. Pada waktu keranjang untuk menampung derma dari umat diserahkan secara estafet, saya menyaksikan betapa orang orang kaya menebarkan uang kertas seratus rupiah baru. Pada waktu itu,harga sebuah kelapa adalah Rp. 5,-- (lima rupiah) .Dengan satu lembar uang kertas Rp.100,-- kami bisa hidup bertiga beranak ,selama beberapa hari. Jujur, pada waktu itu saya sangat iri hati kepada Tuhan. Dalam hati saya berpikir:” 
Untuk Tuhan orang mau menebar uang ratusan sebagai derma.. Tapi ketika putra kami sakit parah, tak seorangpun mau meminjamkan uang untuk putra kami berobat..Ternyata Tuhan lebih butuh uang dari pada kami orang miskin.” 7 Tahun Rayakan Natal Dengan Genangan Air Mata Setiap tahun ,putra kami menanti dan berharap, kami bisa merayakan Natal seperti anak anak lainnya, dengan pesta makan dan kue kue.

Namun 7 tahun, putra kami menanti dengan sia sia. Sempat saya berpikir:” Jangan jangan Tuhan sudah melupakan kami. Karena kami bukan orang penting di gereja ,Kami hanya orang miskin ,yang datang kegereja mengenakan kaus dan sandal jepit?” Pelajaran Hidup Paling Berharga Ternyata begitulah cara Tuhan mendidik saya ,menjadi manusia yang peduli akan sesamanya yang sakit dan melarat. Berkat pengalaman hidup yang pahit getir selama tujuh tahun, telah membentuk kepribadian kami,bukan hanya diri saya dan istri ,tetapi juga putra kami. Kelak setelah nasib kami berubah, saya berjanji pada diri saya, untuk menjadi Sinterklas bagi semua orang, sesuai kemampuan saya.. Dan tanpa pernah saya utarakan kepada putra kami, ternyata putra kami juga melakukan hal yang sama. Hampir tidak ada kejadian bencana alam di Indonesia, yang dibiarkannya berlalu begitu saja, tanpa ikut serta meringankan penderitaan orang ,entah siapapun dia. Giving is Receiving Bagi kami,:’giving is receiving” memberi adalah menerima. Entah itu hanya sekedar sepotong souvenir,yang harganya hanya 5 dolar ataupun sebuah mainan kunci, selalu menghadirkan kegembiraan kecil didalam hati kami. Semuanya kami lakukan,bukan untuk show.Bukan untuk pencitraan diri, karena saya bukan pejabat dan bukan juga agar dibilang :”orang baik” . Semata mata ,adalah merupakan panggilan jiwa. Kita Tidak Mungkin Lakukan Hal Besar Tiap Hari Sudah jelas ,kitai tidak mungkin melakukan hal hal besar setiap hari dan juga tidak mungkin menyumbang sana sni. Karena berbagai keterbatasan.Tapi setiap hari ,kita dapat melakukan hal hal kecil ,yang mungkin saja dapat mengubah hidup orang lain. Minimal merupakan penghiburan bagi orang.
Catatan kecil: Saat menulis dan mempublish artikel ini. saya dan istri sedang berada dirumah putra kami yang dulu tujuh tahun rayakan Natal dalam genangan air mata.. Sungguh Tuhan maha besar.