Rabu, 07 Desember 2016

Pemuda Tegaldlimo Hidup Diatas Pohon Bringin

www.radarbesuki.com
Banyuwangi, Rabi
Masih ingat dengan Dadang S, 30. Pemuda asal Dusun Bayatrejo, Desa Wringin Pitu, Kecamatan Tegaldlimo, itu hingga kini  masih bertahan dengan tinggal di atas pohon beringin. Sampai saat ini, sudah empat tahun menempati rumah  panggung itu.
Camat Tegaldlimo, Megawan Mashari, mengaku sudah pernah menemui Dadang bersama Kepala Desa Wringin Pitu, Budi Eko Purnomo. “Kami ingin memberi solusi agar Dadang mau pindah dari rumah pohon  itu dengan tinggal di rumah seperti lainnya,” cetus Camat Megawan.

Pemuda ini hidup puluhan tahun dirumah pohon

Hanya saja tawaran yang disampaikan itu belum direspons baik oleh Dadang. Pemuda itu tetap memilih tinggal di atas pohon dengan ketinggian enam meter. “Sudah kami upayakan, tapi yang bersangkutan menolak,” jelasnya. Saat ditemui itu, terang dia,  Dadang mau pindah dari atas rumah pohon asal kembali  menempati rumah peninggalan orang tuanya yang kini sudah dilelang oleh bank. “Kami serba repot, yang bersangkutan tidak mau pindah, mau gimana lagi,”  terangnya.  Pernah diberitakan harian ini  sebelumnya, gara-gara rumah peninggalan orang tuanya disita oleh bank, Dadang S, 31, warga Dusun Bayatrejo, Desa Wringin Pitu, Kecamatan Tegaldlimo, menjadi sebatang kara.
Tiga kakak kandungnya yang kini  menetap di Bali, tidak mau mengakui sebagai saudara. Bingung mencari tempat tinggal, Dadang nekat membuat rumah di atas pohon beringin yang ada di depan rumahnya. Di rumah panggung dengan ketinggian sekitar enam meter itu, bujangan itu tinggal. “Rumah dan lahan disita bank,” cetus Dadang.
Menurut Dadang, orang tuanya Parno dan Semi yang  sudah belasan tahun lalu meninggal, meninggalkan warisan berupa rumah dan lahan seluas seperempat hektare. “Rumah dan lahan itu oleh kakak-kakak ku dibuat agunan di bank,” terangnya.
Dadang mengaku tidak tahu saat tiga kakaknya menjaminkan rumah dan lahan ke bank. Malahan, dirinya dicoret dari  kartu keluarga (KK) dan disebut bukan saudara kandung. “Saya  tidak diberi apa-apa,” katanya  pada Jawa Pos Radar Genteng.
Ironisnya, ketiga kakaknya itu tidak mampu membayar utang ke bank. Rumah dan lahan yang  telah dibuat jaminan itu, akhirnya disita oleh bank. “Saya  tidak punya apa-apa, dan saya  juga tidak punya saudara lagi,” ungkapnya. Saat rumahnya disita oleh bank, Dadang sempat stress  berat. Yang menyakitkan itu,  ketiga kakaknya tidak mau mengakui sebagai adiknya.
“Karena tidak apa-apa, saya membuat panggung di pohon beringin ini,” cetusnya. Pohon beringin yang dibuat rumah dengan ukuran empat  meter kali tiga meter, berada di  tepi jalan raya dan persis depan rumah warisan orang tuanya.
“Kasihan nasib Dadang itu,”  kata Hariyanto, 31, salah satu  warga setempat. Rumah panggung di pohon beringin, itu dibuat Dadang bersama Miskan, 41, tetangganya. Sebelum membuat rumah itu,  minta izin pada pemerintah  desa.

“Pemerintah desa mengizinkan karena mengetahui persis perjalanan hidupnya,” ujarnya. Seperti pada umumnya,  rumah panggung yang didirikan Dadang itu lengkap dengan peralatan memasak dan perabotan seperti TV dan VCD.  “Memasak juga di atas pohon  dengan menggunakan kompor  gas,” ungkapnya.(rabi)