Jumat, 18 November 2016

Polemik DNA Tan Malaka

Salam X-Kars
Opini - radarbesuki.com
Hasil tes DNA pada serpihan tulang dan gigi dari kerangka jenazah manusia di lereng Gunung Wilis, Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri menyatakan positif Tan Malaka atau Sutan Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka.

Yudilfan Habib Datuk Monti selaku Pegiat Tan Malaka Institute (TMI) mengatakan, Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat telah menerima hasil tes DNA itu tiga tahun silam. Namun anehnya, pemerintah pusat tak pernah memublikasikannya.

“Padahal hasil tes DNA menyatakan positif. Kenapa tidak dipublikasikan?” ujar Yudilfan kepada wartawan, Jumat (18/11/2016).

Pengambilan sampel tulang dan gigi berlangsung pada 2009. Bersama tim dokter RSCM Jakarta, Zulfikar Kamarudin, keponakan Tan Malaka, memimpin pembongkaran makam. Saat itu, makam hanya berupa gundukan tanah dengan penanda sebongkah batu sungai.

Berawal dari riset Harry A Poeze, seorang sejarawan sekaligus penulis buku Tan Malaka asal Belanda, penelusuran jejak terakhir Tan Malaka dilakukan. Diketahui bahwa sebelum peluru tentara Indonesia menamatkan riwayatnya pada 21 Februari 1949, Tan sempat ditahan di salah satu rumah warga Desa Selopanggung.

Selain hasil DNA, posisi jenazah yang duduk dengan tangan terikat di belakang, kata Yudilfan, sudah menguatkan bahwa kerangka yang terpendam 2 meter itu adalah Tan Malaka. Posisi itu menunjukkan korban eksekusi tentara. “Kami sudah yakin bahwa jenazah itu Datuk Tan Malaka, “tegasnya. Namun yang mengganjal Yudilfan, kenapa negara tidak mempublikasikan hasil DNA tersebut.

Padahal negara melalui Kepres RI Nomor 53 Tahun 1963 sudah menetapkan Datuk Sutan Ibrahim kelahiran Nagari Pandan Gadang Suliki, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat sebagai pahlawan nasional. Di sisi lain, tidak sedikit rakyat Indonesia yang menanti kepastian hasil tes DNA itu. “Kami tidak tahu apa yang menjadi alasan negara tidak mengumumkan secara luas,” jelasnya.

Dalam kesempatan itu, Yudilfan juga menyinggung adanya polemik di internal keluarga, yakni terkait  siapa yang berhak menentukan jenazah dibawa sekaligus dimakamkan di mana. Menurut dia, hak atas jenazah berada di tangan Hengki Nafaruk, yakni keponakan Tan Malaka dari garis ibu. Sedangkan Zulfikar Kamarudin merupakan kerabat dari garis ayah.

Adat Minangkabau yang matrilineal lebih memberikan kekuasaan pada kerabat yang berasal dari  garis darah ibu. “Dan rencananya akan dimakamkan di tempat kelahiran datuk,” jelasnya.

Tan Malaka  Institute (TMI) mendampingi Wakil Bupati Lima Puluh Kota, Ferizal Ridwa, mengunjungi langsung makam Tan Malaka di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri.

Ferizal yang yakin 100% bahwa itu makam Tan Malaka akan membawa kerangka jenazah untuk dikebumikan di kampung halaman Tan. Dia memastikan hanya akan membawa kerangka jenazah tanpa melakukan penggusuran. Sebab bagaimanapun, makam yang berada di tempat pemakaman umum Desa Selopanggung merupakan petilasan  sang pencetus republik lewat bukunya ‘Naar de Republiek Indonesia’.

Rencananya, pemindahan kerangka jenazah akan berlangsung pada April 2017. Saat ini, Pemkab Lima Puluh Kota masih berkoordinasi dengan Kementerian Sosial dan Pemkab Kediri. “Kami berharap di masa mendatang tercipta hubungan lebih erat antara masyarakat Lima Puluh Kota dengan Kabupaten Kediri,” tandasnya. (rabi)